Senin, 13 Maret 2017

Pragmatik


TINDAK TUTUR
OLEH :


NAMA                                   :  ANGGI ANGGRAINI                
NIM                                       : 2014 112 083
KELAS                                  : 4.C
PROGRAM STUDI             : Pendidikan Bahasa  dan Sastra Indonesia
MATA KULIAH                  : Pragmatik
DOSEN PENGASUH          : Nyayu Devi Natalia, M.Pd.







PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2016


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
 Tindak tutur (speech art) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan penutur dan lawan tutur. Dalam penerapannya, tindak tutur digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Seorang kritikus sastra mempertimbangkan teori tindak tutur untuk menjelaskan teks yang halus (sulit) atau untuk memahami alam genre (jenis) sastra, para antropolog akan berkepentingan dengan teori tindak tutur ini dapat mempertimbangkan mantra magis dan ritual, para filsuf melihat juga adanya aplikasi potensial diantara berbagai hal, misalnya status pernyataan etis, sedangkan linguis (ahli bahasa) melihat gagasan teori tindak tutur sebagai teori yang dapat diterapkan pada berbagai masalah di dalam kalimat (sintaksis), semantik, pembelajar bahasa kedua, dan yang lainnya. Dalam linguistik, pragmatik tindak tutur tetap merupakan praduga dengan implikatur khusus.(Setiawan,2005:16).
Dilihat dari sudut penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau pribadi (fungsi emotif). Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini, pihak si pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah atau gembira (Chaer, 2004 : 15). Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Dalam hal ini, bahasa itu tidak hanya membuat pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan sesuai dengan yang diinginkan oleh si pembicara. Hal ini dapat dilakukan si penutur dengan menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, himbauan, permintaan, maupun rayuan (Chaer, 2004:15-16). Jika dikaitkan antara penutur dan lawan tutur akan terbentuk suatu tindak tutur dan peristiwa tutur. Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan, tujuan yang dimaksud adalah isi pembicaraan.
1.2  Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan Tindak Tutur Lokusi?
b.      Apa yang dimaksud dengan Tindak Tutur Ilokusi?
c.       Apa yang dimaksud dengan Tindak Tutur Perlokusi?
1.3  Tujuan
a.       Agar Mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan Tindak Tutur Lokusi.
b.      Agar Mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan Tindak Tutur Ilokusi.
c.       Agar Mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan Tindak Tutur Perlokusi.
1.4  Manfaat
Untuk menambah serta memperkaya referensi ilmu pengetahuan mahasiswa, khususnya ilmu bahasa yang berkenaan tentang tindak tutur dalam makna pragmatis dari suatu ujaran. 


BAB II
KAJIAN TEORI
2.1           Tindak Tutur
Teori tindak tutur bermula pada karya buku Austin dan Searle (dalam Ibrahim, 1993:108), bertolak dari pendapat tersebut, buku how to do things with word (Bagaimana melakukan sesuatu dengan kata-kata) dengan pengarang Austin dan Searle ysng menysjiksn makalah-makalah tindak tutur.
Searle di dalam bukunya speech Acts : An essay in the philosophy of language dalam Putu Wijana (1996:17), mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak Lokusi (Locutionary Act), tindak Ilokusi (Locutionary Act), dan tindak Perlokusi(Perlocutionary Act).
2.1.1 Tindak Lokusi
Menurut Putu Wijana (1996:17), Tindak lokusi adalah tidak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying Something. Sedangkan menurut Leech dalam Tarigan(2009:35), Tindak lokusi adalah melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu.
Contoh :
20. Ikan Paus adalah hewan menyusui.
21. Jari tangan jumlahnya lima.
22. Fak. Sastra adakan lokakarya pelayanan Bahasa Indonesia. Guna memberikan pelayanan penggunaan bahasa Indonesia, Fakultas Sastra UGM baru-baru ini menyelenggarakan lokakarya pelayanan Bahasa Indonesia. Tampil sebagai pembicara dalam acara tersebut Drs. R. Suhardi dan Dra. Widya Kirana, M.A. sebagai pesertanya antara lain pengajar LBIFL dan staf jurusan Sastra Indonesia.
        Kalimat (20 dan 21) diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Informasi yang diutarakan adalah termasuk jenis binatang apa ikan paus itu, dan berapa jumlah jari tangan. Seperti halnya 20 dan 21, wacana 22 cenderung diutarakan untuk menginformasikan sesuatu, yakni kegiatan yang dilakukan oleh Fakultas Sastra UGM, pembicara-pembicara yang ditampilkan, dan peserta kegiatan itu. Dalam hal ini, memang tidak tertutup kemungkinan terdapatnya daya ilokusi dan perlokusi dalam wacana 22. Akan tetapi, kadar daya ilokusinya jauh lebih dominan atau menonjol.
        Bila diamati secara seksama konsep lokusi itu adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini dipandang sebagai satu satuan yang terdiri dari dua unsure, yakni subjek atau topik dan predikat atau coment. (Nababan, dalam Putu Wijana 1996:18).  Lebih jauh tindak lokusi adalah tindak tutur yang relative paling mudah untuk diidentifikasiannya cenderung data dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur. Jadi, dari perpektif pragmatik tindak lokusi sebenarnya tidak atau kurang begitu peranannya untuk memahami tindak tutur.(Parker, 1986,15) dalam Menurut Putu Wijana(1996:18).

2.1.2 Tindak Ilokusi
        Menurut Putu Wijana(1996:18-19), sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Bila hal ini terjadi, tindak tutur yag terbentuk adalah tindak ilokusi. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something. Sedangkan Leech dalam menurut Tarigan(2009:35), tindak ilokusi adalah melakukan sesuatu tindakan dalam mengatakan sesuatu.
Kalimat 23 s.d 26 misalnya cenderung tidak hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara seksama.
Contoh :
23. Saya tidak dapat datang
24. Ada anjing gila
25. Ujian sudah dekat
26. Rambutmu sudah panjang
        Kalimat (23) bila diutarakan oleh seseorang kepada temannya yang baru saja merayakan ulang tahun, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi untuk melakukan sesuatu. Yakni meminta maaf. Informasi ketidakhadiran penutur dalam hal ini kurang begitu penting karena besar kemungkinan lawan atau tutur sudah mengetahui hal itu. Kalimat (24) yang biasa ditemui dipintu pagar atau dibagian depan rumah pemilik anjing tidak hanya berfungsi untuk membawa informasi, tetapi untuk member peringatan. Akan tetapi, bila ditujukan kepada pencuri, tuturan itu mungkin pula diutarakan untuk menakut-nakuti. Kalimat (25) bila diucapkan seorang guru kepada muridnya, mungkin berfungsi untuk member peringatan agar lawan tuturnya (murid) mempersiapkan diri. Bila diucapkan oleh seorang ayah kepada anaknya, kalimat (25) ini mungkin dimaksudkan untuk menasehati agar lawan tutur tidak hanya berpergian menghabiskan waktu secara sia-sia. Wacana (26), bila diucapkan oleh seorang laki-laki kepada pacarnya, mungkin berfungsi untuk menyatakan kekaguman atau kegembiraan. Akan tetapi bila diutaran oleh seorang ibu kepada anak lelakinya, atau oleh seorang istri kepadda suaminya, kalimat ini dimaksudkan untuk menyuruh atau memerintah agar sang suami memotong rambutnya.
        Dari apa yang terurai di atas jelaslahbahwa tindak ilokusi sangat sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu harus memperhatikan atau mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya. Dengan demikian tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.
        Menurut Leech dalam Tarigan(2009:40), Tindak ilokusi mempunyai beraneka ragam fungsi dalam praktik kehidupan sehari hari. Berdasarkan bagaimana   hubungannya dengan tujuan sosial dalam menentukan dan memelihara serta mempertahankan rasa dan sikap hormat, maka fungsi-fungsi ilokusi dapat  diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu :
a.       Kompetitif    : Tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan sosial, misalnya memerintah, meminta, menuntut, mengemis dan sebagainya.
b.      Konvival                  : Tujuan Ilokusi bersamaan atau bertepatan dengan tujuan sosial, misalnya: menawarkan, mengundang, menyambut, menyapa, mengucap terima kasih, mengucap selamat dan sebagainya.
c.       Kolaboratif  : Tujuan  ilokusi tidak mengacuhkan atau biasa-biasa terhadap tujuan sosial, misalnya : menuntut, memaksakan, melaporkan, mengumumkan, mengintruksikan, memerintahkan dan sebagainya.
d.      Konfliktif      : Tujuan ilokusi bertabrakan atau bertentangan dengan tujuan sosial, misalnya : mengancam, menuduh, mengutuk, menumpahi, menegur, mencerca, mengomeli dan sebagainya.
2.1.3 Tindak Perlokusi
        Sebuah tuturan diutarakan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh(Perlocutionary force), atau  efek bagi yang  mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Menurut Putu Wijana(1996:19-20), Tindak tutur yang pengutaraanya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur disebut tindak perlokusi. Tindak disebut The Act of Affecting Someone. Sedangkan menurut Leech dalam Tarigan (2009:35), tindak perlokusi adalah melakukan sesuatu tindakan dengan menyatakaan sesuatu.
 Untuk jelasnya perhatikan contoh berikut :
8. Rumahnya jauh
9. Kemarin saya sangat sibuk
10. Televisinya 20 inchi
        Seperti pada 2.2, kalimat sejenis (8) s.d (10) tidak hanya mengandung lokusi. Bila kalimat (8) diutarakan seseorang kepada ketua perkumpulan, maka ilokusinya adalah secara tidak langsung menginformasikan bahwa orang yang dibicarakan tidak dapat terlalu aktif di dalam organisasainya. Adapun efek perlokusi yang mungkin diharapkan agar ketua tidak terlalu banyak memberikan tugas kepadanya. Bila kalimat (9) di oleh diutarakan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan rapat kepada orang yang mengundangnya, kalimat ini merupakan tindak ilokusi  untuk memohon maaf, dan pelokusi (efek) yang diharapkan adalah orang yang mengundang dapat memakluminya. (Bila kalimat 10) diutarakan oleh  seseorang kepada temannya pada saat aan diselenggarakannya siaran langsung kejuaraan dunia tinju kelas berat, kalimat ini tidak hanya mengandung lokusi, tetapi juga ilokusi yang berupa ajakan untuk menonton di tempat temannya, dengan perlokusi lawan tutur menyetujui ajakannya.


BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
            Tindak tutur terbagi menjadi 3 yaitu Tindak tutur  lokusi, tindak tutur ilokusi dan tindak tutur perlokusi. Tindak lokusi adalah tidak tutur untuk menyatakan sesuatu, maksudnya apa yang dikatakan oleh seorang penutur sesuai tanpa diharapkan adanya respon dari lawan tutur. Sedangkan tindak tutur ilokusi yaitu apa yang dikatakan oleh penutur sesuai dan mengharapkan respon dari lawa tutur. Tindak tutur ilokusi diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu : Kompetitif, Konvival,Kolaboratif dan Konfliktif. Kemudian Tindak tutur perlokusi yaitu pernyataan ynag mengharapkan respon dari lawan tutur dan juga bisa dapat berupa mempengaruhi lawan tutur. 


DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur.2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Utomo, Rachmat.2013. Tindak Tutur dan Pragmatik. http://rachmatutomo.blogspot.co.id/2013/11/tindak-tutur-dan-pragmatik.html?m=1. Diakses tanggal 6 Maret 2016.(Sumber Internet)
Wijana, Dewa Putu.1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar