TINDAK
TUTUR
OLEH :
NAMA : ANGGI ANGGRAINI
NIM : 2014 112 083
KELAS : 4.C
PROGRAM
STUDI :
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
MATA
KULIAH : Pragmatik
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tindak tutur (speech
art) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan penutur dan lawan tutur.
Dalam penerapannya, tindak tutur digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Seorang
kritikus sastra mempertimbangkan teori tindak tutur untuk menjelaskan teks yang
halus (sulit) atau untuk memahami alam genre (jenis) sastra, para antropolog
akan berkepentingan dengan teori tindak tutur ini dapat mempertimbangkan mantra
magis dan ritual, para filsuf melihat juga adanya aplikasi potensial diantara
berbagai hal, misalnya status pernyataan etis, sedangkan linguis (ahli bahasa)
melihat gagasan teori tindak tutur sebagai teori yang dapat diterapkan pada
berbagai masalah di dalam kalimat (sintaksis), semantik, pembelajar bahasa
kedua, dan yang lainnya. Dalam linguistik, pragmatik tindak tutur tetap
merupakan praduga dengan implikatur khusus.(Setiawan,2005:16).
Dilihat
dari sudut penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau pribadi (fungsi
emotif). Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang
dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi
juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini,
pihak si pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah atau
gembira (Chaer, 2004 : 15). Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka
bahasa itu berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Dalam hal
ini, bahasa itu tidak hanya membuat pendengar melakukan sesuatu, tetapi
melakukan kegiatan sesuai dengan yang diinginkan oleh si pembicara. Hal ini
dapat dilakukan si penutur dengan menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan
perintah, himbauan, permintaan, maupun rayuan (Chaer, 2004:15-16). Jika
dikaitkan antara penutur dan lawan tutur akan terbentuk suatu tindak tutur dan
peristiwa tutur. Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari
sejumlah tindak tutur yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan, tujuan
yang dimaksud adalah isi pembicaraan.
1.2
Rumusan
Masalah
a. Apa
yang dimaksud dengan Tindak Tutur Lokusi?
b. Apa
yang dimaksud dengan Tindak Tutur Ilokusi?
c. Apa
yang dimaksud dengan Tindak Tutur Perlokusi?
1.3
Tujuan
a. Agar
Mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan Tindak Tutur Lokusi.
b. Agar
Mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan Tindak Tutur Ilokusi.
c. Agar
Mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan Tindak Tutur Perlokusi.
1.4
Manfaat
Untuk
menambah serta memperkaya referensi ilmu pengetahuan mahasiswa, khususnya ilmu
bahasa yang berkenaan tentang tindak tutur dalam makna pragmatis dari suatu ujaran.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Tindak
Tutur
Teori
tindak tutur bermula pada karya buku Austin dan Searle (dalam Ibrahim,
1993:108), bertolak dari pendapat tersebut, buku how to do things with word (Bagaimana melakukan sesuatu dengan
kata-kata) dengan pengarang Austin dan Searle ysng menysjiksn makalah-makalah
tindak tutur.
Searle
di dalam bukunya speech Acts : An essay in the philosophy of language dalam
Putu Wijana (1996:17), mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada
tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak
Lokusi (Locutionary Act), tindak Ilokusi
(Locutionary Act), dan tindak Perlokusi(Perlocutionary
Act).
2.1.1 Tindak Lokusi
Menurut Putu Wijana (1996:17),
Tindak lokusi adalah tidak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini
disebut sebagai The Act of Saying
Something. Sedangkan menurut Leech
dalam Tarigan(2009:35), Tindak lokusi
adalah melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu.
Contoh :
20. Ikan Paus adalah hewan menyusui.
21. Jari tangan jumlahnya lima.
22. Fak. Sastra adakan lokakarya
pelayanan Bahasa Indonesia. Guna memberikan pelayanan penggunaan bahasa
Indonesia, Fakultas Sastra UGM baru-baru ini menyelenggarakan lokakarya pelayanan
Bahasa Indonesia. Tampil sebagai pembicara dalam acara tersebut Drs. R. Suhardi
dan Dra. Widya Kirana, M.A. sebagai pesertanya antara lain pengajar LBIFL dan
staf jurusan Sastra Indonesia.
Kalimat (20 dan 21) diutarakan oleh
penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk
melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Informasi yang
diutarakan adalah termasuk jenis binatang apa ikan paus itu, dan berapa jumlah
jari tangan. Seperti halnya 20 dan 21, wacana 22 cenderung diutarakan untuk
menginformasikan sesuatu, yakni kegiatan yang dilakukan oleh Fakultas Sastra UGM,
pembicara-pembicara yang ditampilkan, dan peserta kegiatan itu. Dalam hal ini,
memang tidak tertutup kemungkinan terdapatnya daya ilokusi dan perlokusi dalam
wacana 22. Akan tetapi, kadar daya ilokusinya jauh lebih dominan atau menonjol.
Bila diamati secara seksama konsep
lokusi itu adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Kalimat atau
tuturan dalam hal ini dipandang sebagai satu satuan yang terdiri dari dua
unsure, yakni subjek atau topik dan predikat atau coment. (Nababan, dalam Putu
Wijana 1996:18). Lebih jauh tindak
lokusi adalah tindak tutur yang relative paling mudah untuk diidentifikasiannya
cenderung data dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam
situasi tutur. Jadi, dari perpektif pragmatik tindak lokusi sebenarnya tidak
atau kurang begitu peranannya untuk memahami tindak tutur.(Parker, 1986,15)
dalam Menurut Putu Wijana(1996:18).
2.1.2
Tindak Ilokusi
Menurut
Putu Wijana(1996:18-19), sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau
menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Bila
hal ini terjadi, tindak tutur yag terbentuk adalah tindak ilokusi. Tindak
ilokusi disebut sebagai The Act of Doing
Something. Sedangkan Leech dalam menurut Tarigan(2009:35), tindak ilokusi adalah
melakukan sesuatu tindakan dalam mengatakan sesuatu.
Kalimat
23 s.d 26 misalnya cenderung tidak hanya digunakan untuk menginformasikan
sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan
secara seksama.
Contoh
:
23.
Saya tidak dapat datang
24.
Ada anjing gila
25.
Ujian sudah dekat
26.
Rambutmu sudah panjang
Kalimat (23) bila diutarakan oleh
seseorang kepada temannya yang baru saja merayakan ulang tahun, tidak hanya
berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi untuk melakukan sesuatu. Yakni
meminta maaf. Informasi ketidakhadiran penutur dalam hal ini kurang begitu
penting karena besar kemungkinan lawan atau tutur sudah mengetahui hal itu.
Kalimat (24) yang biasa ditemui dipintu pagar atau dibagian depan rumah pemilik
anjing tidak hanya berfungsi untuk membawa informasi, tetapi untuk member
peringatan. Akan tetapi, bila ditujukan kepada pencuri, tuturan itu mungkin
pula diutarakan untuk menakut-nakuti. Kalimat (25) bila diucapkan seorang guru
kepada muridnya, mungkin berfungsi untuk member peringatan agar lawan tuturnya
(murid) mempersiapkan diri. Bila diucapkan oleh seorang ayah kepada anaknya,
kalimat (25) ini mungkin dimaksudkan untuk menasehati agar lawan tutur tidak
hanya berpergian menghabiskan waktu secara sia-sia. Wacana (26), bila diucapkan
oleh seorang laki-laki kepada pacarnya, mungkin berfungsi untuk menyatakan
kekaguman atau kegembiraan. Akan tetapi bila diutaran oleh seorang ibu kepada
anak lelakinya, atau oleh seorang istri kepadda suaminya, kalimat ini
dimaksudkan untuk menyuruh atau memerintah agar sang suami memotong rambutnya.
Dari apa yang terurai di atas
jelaslahbahwa tindak ilokusi sangat sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu
harus memperhatikan atau mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan
dan dimana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya. Dengan demikian tindak
ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.
Menurut Leech dalam Tarigan(2009:40),
Tindak ilokusi mempunyai beraneka ragam fungsi dalam praktik kehidupan sehari
hari. Berdasarkan bagaimana hubungannya
dengan tujuan sosial dalam menentukan dan memelihara serta mempertahankan rasa
dan sikap hormat, maka fungsi-fungsi ilokusi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu :
a.
Kompetitif : Tujuan ilokusi bersaing dengan tujuan
sosial, misalnya memerintah, meminta, menuntut, mengemis dan sebagainya.
b.
Konvival : Tujuan Ilokusi bersamaan
atau bertepatan dengan tujuan sosial, misalnya: menawarkan, mengundang,
menyambut, menyapa, mengucap terima kasih, mengucap selamat dan sebagainya.
c.
Kolaboratif : Tujuan
ilokusi tidak mengacuhkan atau biasa-biasa terhadap tujuan sosial,
misalnya : menuntut, memaksakan, melaporkan, mengumumkan, mengintruksikan,
memerintahkan dan sebagainya.
d.
Konfliktif : Tujuan ilokusi bertabrakan atau
bertentangan dengan tujuan sosial, misalnya : mengancam, menuduh, mengutuk,
menumpahi, menegur, mencerca, mengomeli dan sebagainya.
2.1.3
Tindak Perlokusi
Sebuah
tuturan diutarakan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya
pengaruh(Perlocutionary force),
atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini
dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Menurut
Putu Wijana(1996:19-20), Tindak tutur yang pengutaraanya dimaksudkan untuk
mempengaruhi lawan tutur disebut tindak perlokusi. Tindak disebut The Act of Affecting Someone. Sedangkan
menurut Leech dalam Tarigan
(2009:35), tindak perlokusi adalah melakukan sesuatu tindakan dengan
menyatakaan sesuatu.
Untuk jelasnya perhatikan contoh berikut :
8. Rumahnya jauh
9. Kemarin saya
sangat sibuk
10. Televisinya
20 inchi
Seperti pada 2.2, kalimat sejenis (8) s.d (10) tidak hanya
mengandung lokusi. Bila kalimat (8) diutarakan seseorang kepada ketua
perkumpulan, maka ilokusinya adalah secara tidak langsung menginformasikan
bahwa orang yang dibicarakan tidak dapat terlalu aktif di dalam organisasainya.
Adapun efek perlokusi yang mungkin diharapkan agar ketua tidak terlalu banyak
memberikan tugas kepadanya. Bila kalimat (9) di oleh diutarakan oleh seseorang
yang tidak dapat menghadiri undangan rapat kepada orang yang mengundangnya,
kalimat ini merupakan tindak ilokusi
untuk memohon maaf, dan pelokusi (efek) yang diharapkan adalah orang
yang mengundang dapat memakluminya. (Bila kalimat 10) diutarakan oleh seseorang kepada temannya pada saat aan
diselenggarakannya siaran langsung kejuaraan dunia tinju kelas berat, kalimat
ini tidak hanya mengandung lokusi, tetapi juga ilokusi yang berupa ajakan untuk
menonton di tempat temannya, dengan perlokusi lawan tutur menyetujui ajakannya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Tindak tutur terbagi menjadi 3 yaitu
Tindak tutur lokusi, tindak tutur
ilokusi dan tindak tutur perlokusi. Tindak lokusi adalah tidak tutur untuk
menyatakan sesuatu, maksudnya apa yang dikatakan oleh seorang penutur sesuai
tanpa diharapkan adanya respon dari lawan tutur. Sedangkan tindak tutur ilokusi
yaitu apa yang dikatakan oleh penutur sesuai dan mengharapkan respon dari lawa
tutur. Tindak tutur ilokusi diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu :
Kompetitif, Konvival,Kolaboratif dan Konfliktif. Kemudian Tindak tutur
perlokusi yaitu pernyataan ynag mengharapkan respon dari lawan tutur dan juga
bisa dapat berupa mempengaruhi lawan tutur.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur.2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Utomo, Rachmat.2013. Tindak Tutur dan Pragmatik. http://rachmatutomo.blogspot.co.id/2013/11/tindak-tutur-dan-pragmatik.html?m=1.
Diakses tanggal 6 Maret 2016.(Sumber Internet)
Wijana,
Dewa Putu.1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta:
Andi Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar