Rabu, 15 Maret 2017

SINOPSIS NOVEL “HUJAN” KARYA TERE LIYE


SINOPSIS NOVEL “HUJAN” KARYA TERE LIYE
Oleh 
Anggi Anggraini

Cerita di buka dari pasien perempuan muda yang seminggu lagi tepat berusia ke 21 tahun, di tahun 2050. Wow wow wow... tahun 2050? yah emang begitu, stop jangan bahas tahunnya, kita lanjutkan ceritanya.
Lail, gadis 21 tahun kurang seminggu, yang memasuki ruang sederhana 4x4m. Jangan salah, ruang ini memiliki teknologi dan berperalatan medis paling maju. Teknologi terapi yang tidak pernah dibayangkan manusia sebelumnya. Yaps, terapi. Lail memutuskan memodifikasi ingatannya, menghapus kenangan menyakitkan. Apalagi kalau bukan kenangan tentang "Hujan".
Setting berpindah ke tahun 2042. Saat Lail berangkat sekolah di hari pertama SMP, di antar ibunya dengan kereta bawah tanah super canggih yang pernah ada. Tentu saja teknologi saat itu sudah amat maju pesat. Handphone digantikan oleh layar sentuh berukuran 2x3 cm sekaligus sebagai alat pembayaran apapun, alat ini tertanam di lengan. Emejing  sekali, bukan?
Kembali ke cerita, saat itu gerimis sedang turun. Beberapa menit setelah Lail dan ibunya naik kereta canggih, sebuah bencana yang tidak terduga menjadi muasal cerita ini. Gunung meletus, sebuah gunung purba meletus, ledakannya bahkan terdengar hingga radius 10.000km, Terdengar keras dari kota Lail yang berjarak 3200km. Bukan ledakannya yang membuat kacau, melainkan beberapa menit kemudian terjadi gempa super dahsyat yang pernah ada. Gempa bumi berkekuatan 10SR. Keretan sudah berhenti saat gempa terjadi,
Lail, ibunya dan semua penumpang kereta panik. Pemandu kereta mengevakuasi penumpang, keluar melalui tangga darurat. Sayang, ketika Lail sudah hampir sampai di ujung tangga, gempa susulan terjadi, dinding lorong retak, dalam hitungan detik, ambruk mulai dari bagian terbawah, ibu Lail tertimbun sudah, Lail menangis, berteriak, hendak jatuh juga. Beruntung seorang anak laki-laki berusia 15 tahun mencengkram tas punggungnya. Lail tertolong. Seketika mereka berdua bisa keluar dari tangga darurat. Tiba di permukaan dengan kondisi kota yang sudah hancur, tidak ada yang tersisa, rata dengan tanah. Gerimis membuat suasana hati Lail semakin mendung. Saat itulah, untuk pertama kalinya Lail tidak menyukai Hujan. Perkenalan dengan anak lelaki berusia 15 tahun terjadi, Esok namanya. Dia juga kehilangan empat kakak lelakinya, tertimbun bersama ibu Lail.
Keajaiban menghampiri Ibu Esok di  toko kuenya yang tidak ambruk, hanya retak-retak, rak-rak kue berserakan, salah satunya menimpa Ibu Esok. Ibu Esok selamat meski kakinya  harus di amputasi.
Ada delapan pengungsian di kota, namun Esok memilih pengungsian nomor dua di stadion dekat rumah sakit, agar leluasa menjenguk ibunya di rumah sakit. Hari berikutnya, Hujan abu sampai di kota mereka, tidak tanggung-tanggung, sampai 5 cm tebalnya. Singkat cerita, Lail yang masih dirundung kesedihan ditinggal mati ibunya ditambah mendengar kabar buruk tentang kepastian ayahnya meninggal, ia kembali mengunjungi lubang tangga darurat, tempat ibunya mati tertimbun, tanpa sepengetahuan Esok. Di tempat inilah, untuk kedua kalinya Esok menolong Lail dari hujan Asam. Sejak saat itu, Lail akan menurut dengan Esok, sejak saat itu pula, Esok menjadi seseorang yang amat penting dalam kehidupan Lail. Hari-hari di tenda pengungsian dilaluinya bersama.
Selanjutnya, kehidupan berubah drastis. kebersamaan Lail dan Esok harus mengalami perpisahan. Esok diangkat menjadi anak angkat wali kota, termasuk diperbolehkan ikut ibunya yang sekaligus akan mendapat pengobatan gratis dari Wali kota. Lail masuk panti sosial. Mereka jarang bertemu, sekali bertemu Esok mengajak Lail bersepeda berkeliling kota. Yang justru akan membangun rasa cinta di hati Lail. Waktu melesat cepat, Pertemuan mereka semakin jarang terjadi ketika Esok harus kuliah di luar kota. Hanya setahun sekali bertemu. Bahkan ada bagian dimana Lail bertemu Esok setelah dua tahun tidak bertemu. Tepatnya saat Lail mendapat penghargaan bersama Maryam, sahabat terbaiknya yang hidup sekamar di Panti Sosial. 
Ah, iya, Persahabatan Lail dengan Maryam yang berambut Kribo ini, patut di acungi jempol. Disinilah letak kisah tentang persahabatan dalam novel Hujan yang di maksud Tere Liye. Entahlah, aku malah jatuh cinta dengan sosok Maryam. Seorang sahabat yang bisa menjaga rahasia temannya, yang selalu ada untuk temannya. Ah, sosok seperti ini memang selalu ada dalam kehidupan nyata.

Kembali ke laptop.
Lail dan Maryam mendapat Penghargaan karena dedikasinya sebagai relawan yang berhasil menyelamatkan 14.000 penduduk kota dari bahaya jebolnya bendungan. Lail dan Maryam mati-matian berlari dari kota atas, sejauh 50 kilometer melewati hutan, tanah basah, di bawah hujan badai, dengan suhu dibawah 5 derajat celcius. Saat itu mereka baru berusia 18 tahun. Lail dan Maryam mendapat penghargaan pada sebuah acara peringatan 5 tahun berdirinya Organisasi Relawan yang juga di hadiri Bapak Gubernur.
Siapa yang tidak senang, hati berbunga saat bertemu seseorang yang selalu ada di hati, seseorang yang bahkan bayang-bayang wajahnya tak pernah pergi dari sisi. Esok memberi kejutan kepada Lail dengan datang saat Lail mendapat penghargaan. Tidak lama memang, tapi itu amat berkesan bagi Lail.
Setelah kejutan luar biasa dari novel Pulang, Tere Liye kembali memberi kejutan melalui novel Hujan, dimana novel ini sedikit banyak justru membahas hal-hal ilmiah. Seperti di awal cerita yang disuguhkan dengan alat-alat kesehatan super canggih yang bisa memodifikasi ingatan. Ada juga kursi roda super canggih yang dipakai Ibu Esok. Kalian yang suka narsis pake Tongsis, di novel ini sudah 30 tahun Tongsis punah, di gantikan kamera kecil seukuran kumbang yang bisa terbang, cukup di gerakkan dengan telapak tangan. Keren, bukan? Bahkan musimpun bisa dimodifikasi, meski justru menimbulkan bencana yang amat berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Bayangkan saja, negara Indonesia yang tidak ada musim salju, tiba-tiba jalanan di penuhi gundukan salju, pepohonan tertimbun salju, ternak mati kedinginan. Jangan tanya padi, gandum dan makanan pokok lainnya, pasti susah mencarinya.
Cerita mulai merangkak menuju klimaks ketika Esok menjelaskan sesuatu kepada Lail tentang proyek rahasianya. Esok yang diperankan sebagai tokoh genius memang disibukkan dengan mega proyek kapal antariksa berukuran 6km dengan lebar 4km setinggi 800m di universitasnya, Proyek rahasia yang membuat ia terpaksa jarang menemui Lail. Untuk apa kapal sebesar itu? untuk menyelamatkan manusia dari kepunahan.
Musim salju memang berhasil di taklukkan dengan mengirim pesawat ulang alik lantas menyemprotkan anti gas sulfur dioksida di lapisan stratosfer. Namun bencana baru datang lagi, berupa musim panas yang terus menerus. Tidak ada awan, dipastikan tidak akan pernah ada Hujan. Hujan hilang dari muka bumi, sementara cuaca panas akan terus meningkat, akan mencapai suhu yang paling mematikan yang bisa membuat manusia punah.
Ada 4 kapal yang di buat di 4 negara berbeda, salah satunya Indonesia. Namun hanya ada 10.000 orang di masing-masing kapal yang dipilih secara acak di seluruh dunia. Esok mendapatkan satu tiket karena jasanya turut membuat kapal antariksa, namun saat pemilihan penumpang secara acak, Esok juga terpilih lagi. Jadilah Esok memiliki 2 tiket untuk ikut ke dalam kapal antariksa yang akan menjadi tempat pengungsian, keluar dari bumi selama Bumi masih mengalami musim panas mematikan.
Di lain sisi, Lail berharap Esok akan memberikan tiket itu kepadanya.
24 jam sebelum kapal itu beragkat, Lail justru mendapat ucapan terimakasih dari Wali kota atas terkabulnya permintaan Wali kota kepada Lail, agar menyuruh Esok memberikan tiket itu kepada Claudia putrinya. Padahal Lail sama sekali belum pernah menerima kabar dari Esok tetang tiket itu.
Lail kecewa dengan keputusan Esok yang lebih memilih Claudia dibanding Lail. Dalam pikirannya, Esok justru mencintai Claudia, Esok hanya menganggap Lail seorang adik saja, tidak lebih, tidak kurang.  Hingga Lail tiba di ujung kesabarannya, Lail memutuskan untuk memodifikasi ingatannya tentang Hujan, saat hujanlah Lail pertama kali mengenal Esok. Saat hendak hujan Asam, Esok menolong Lail. Kenangan-keangan itu ingin Lail hapus dari ingatannya. "Apa yang terjadi, jika hujan tidak pernah turun lagi? Apa yang terjadi, jika kamu tidak pernah mengingatku lagi? Seperti orang-orang yang lupa tentang hujan?"
Seperti biasanya, Tere Liye selalu menghadirkan tokoh bijak dalam setiap novelnya. Jika dalam Novel Pulang ada Tuanku Imam, di Novel Rindu ada Gurutta. Maka di Novel Hujan ada tokoh Elijah, paramedis senior yang hendak membantu Lail menghapus ingatannya. "Ratusan orang pernah berada di ruangan ini. Meminta agar semua kenagan mereka dihapus. Tetapi sesungguhya, bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan. Tapi jika dia tidak bisa menerima, maka dia tidak akan bisa melupakan." Lantas, benarkah Esok memberikan satu tiket itu kepada Claudia, puteri Wali kota, yang notabennya adalah adik angkatnya?
Apa yang terjadi jika modifikasi ingatan Lail berhasil di lakukan? "Tidak ada kabar adalah kabar, yaitu kabar tidak ada kabar Tidak ada kepastian juga adalah kepastian, yaitu kepastian tidak ada kepastian."
Novel ini juga berkisah tentang kepastian yang tidak pasti, tentang kabar yang hampir tidak pernah dikabarkan. Hingga membuat sepasang kekasih yang saling mencintai, juga saling menunggu untuk saling mengungkapkan.
 "Hidup ini memang tentang menunggu. Menunggu kita untuk menyadari: Kapan kita berhenti menunggu."

3 komentar:

  1. satu yang pasti dalam dalam hidup: ketidakpastian :)

    https://jagatebookpdf.blogspot.co.id

    salam kenal :)

    BalasHapus
  2. Ya utk APA kita menunggu TDK pasti, lebih bagus klu Ada yg pasti tu kita yg kita kejar, karena hidup berjalan terus

    BalasHapus