Kamis, 16 Maret 2017

Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik


 Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik

A. Pengertian Unsur Intrinsik
Menurut Ismayati (2014:31), Unsur intrinsik adalah unsur pembangun dalam prosa, yang terdiri dari struktur dalam sastra. Sedangkan Menurut Isdriyani (2009:6), Unsur Intrinsik adalah unsur-unsur yang ada di dalam karya itu sendiri, misalya tema, penokohan, alur, latar, amanat, dan sudut pandang penceritaan (Point of View). Aspek-aspek tersebut keberadaaannya melekat pada karya sastra, menjadi bagian yang sangat penting dan mutlak ada.
a.        Tema
Menurut Isdriyani (2009:6), Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra yang mendasarkannya itu. Dalam karya sastra, tema senantiasa berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan dan pola tingkah laku. Tema merupakan inti atau ide dasar sebuah cerita. Tema suatu cerpen atau novel menyangkut segala persoalan dalam kehidupan manusia, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya (Kosasih,2013:233).
Istilah tema berasal dari bahasa Latin yang berarti tempat meletakan suatu perangkat. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.   Menurut Saad (dalam Ismayati,2014:32), Tema adalah persoalan pokok yang menjadi pikiran pengarang, didalamnya terbayang pandangan hidup dan cita-cita pengarang.
Sedangkan Menurut Holmon (dalam Ismayati, 2014:32), tema adalah gagasan sentral yang mencakup permasalahannya dalam cerita, yaitu suatu yang akan diungkapkan untuk memberikan arah dan tujuan cerita karya sastra. Kemudian Menurut Ismayati (2014:31), Tema adalah suatu yang menjadi pokok masalah atau persoalan sebagai karangan, yang diungkapkan dalam suatu cerita oleh pengarang.  Tema prosa fiksi terutama novel dapat terdiri dari tema utama serta beberapa tema bawahan. Sedangkan untuk cerpen (cerita pendek) hanya memilki tema utama saja.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, Tema adalah ide pokok permasalahan yang terjadi dalam cerita tersebut.
Untuk dapat menentukan tema suatu cerita Menurut Ismayati (2014:32), kita dapat menempuh dengan jalan bertanya sebagai berikut :
1.      Mengapa penggarang menulis cerita tersebut?
2.      Apa tujuan penggarang menulis cerita tersebut?
3.      Faktor apa yang menyebabkan atau menjadikan suatu karangan bermutu dan berharga?
Tema juga terbagi menjadi dua, yaitu :
1.      Tema mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau dasar gagasan umum karya sastra.
2.      Tema minor adalah makna yang terdapat pada bagian-bagian  tertentu cerita dapat didefinisikan sebagai makna bagian, makna tambahan.

b.      Alur (Plot)
      Menurut Isdriani, alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama dan menggerakan jalan cerita melalui rumitan klimaks dan selesaian. Menurut Kosasih (2013:225), alur merupakan sebagian dari unsure instinstik suatu karya sastra . alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab dan akibat. Sedangkan Menurut Aminuddin (dalam Ismayati,2014:33) alur atau plot merupakan rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan tahapan peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat. Plot atau alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi tetapiyang lebih penting adalah menjelaskan hal itu terjadi. Sedangkan menurut ismaiyati alur adalah sebuah cerita yang saling berkaitan secara kronologis untuk menunjukan suatu maksud jalan cerita yang ada.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, Alur adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam cerita tersebut.
                  Secara umum alur terbagi dalam bagian bagian berikut :
1.      Pengenalan situasi cerita atau exsposition.
Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antar tokoh.
2.      Pengungkapan rahasia atau complication.
Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran kesukaran para tokohnya.
3.      Menuju pada adanya konflik atau Rising Action
Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, atau keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
4.      Puncak Konflik atau Turning Point
Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Ini lah bagiancerita yang paling besar dan mendebarkan.
5.      Penyelesaian atau Ending
Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi tentang nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu.
Menurut Tjahyono (dalam Ismayati, 2014:34), Plot atau alur dalam prosa fiksi secara garis besar dibagi menjadi lima tahapan yaitu: tahapan permulaan, tahapan pertikaian, tahapan perumitan, tahapan puncak dan tahapan peleraian.
Cara menyusun tahapa-tahapan alur dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
1.      Alur lurus ( alur maju atau alur agresif), yaitu rangkaian cerita dikisahkan dari awal hingga cerita berakhir tanpa mengulang kejadian yang telah lampau.
2.      Alur sorot balik (alur mundur atau alur regresif atau Flasback) yaitu kebalikan dari alur balik. Rangkaian ceritanya mengisahkan kembali tokoh pada waktu lampau
3.      Alur campuran yaitu gabungan dari alur maju dan alur sorot balik.
Berdasarkan hubungan tahapa-tahapan dalam alurnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.      Alur rapat yaitu alur yang terbentuk apabila alur pembantu mendukung alur pokok nya.
2.      Alur renggang yaitu sebalik nya alur yang terbentuk apabila alur pokok tidak di dukung oleh alur pembantu.
Berdasarkan kuantitasnya, maka alur dibedakan menjadi dua yaitu:
1.      Alur tunggal yaitu alur yang hanya terjadi pada sebuah cerita yang memiliki satu jalan cerita saja biasa nya terjadi pada cerpen.
2.      Alur ganda yaitu alur yang terjadi pada sebuah cerita yang memiliki jalan cerita lebih dari satu, biasa nya ada pada novel. (Semi, 1988:35).
     
c.       Latar (Setting)
Menurut Kosasih (2013:227), Latar (Setting) merupakan salah satu unsur intrinsik karya sastra. Terliput dalam latar, adalah keadaan tempat, waktu dan budaya. Tempat dan waktu yang dirujuk dalam sebuah cerita bisa merupakan sesuatu yang faktual atau bisa pula imajiner.
Sedangkan Menurut Isdriani, Latar adalah segala keterangan, petunjuk, dan pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar meliputi penggambaran letak geografis (termasuk tokoh grafi, pemandangan, perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh waktu berlakunya kejadian dan musim. Menurut Aminuddin (dalam Ismayati, 2014:40), Latar adalah latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat waktu maupun peritiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, Latar adalah segalah keterangan baik mengenai waktu, ruang, suasana dalam cerita tersebut.
Pembagian latar dapat berupa tempat atau lokasi, waktu, dan suasana terjadinya suatu peristiwa didalam cerita.
1.      Tempat : dirumah sakit, daerah wisata, daerah transmigrasi, dikantor, dikamar tidur, dihalaman, dan sebagainya.
2.      Waktu : tahun, musim, masa perang, suatu upacara, masa panen, periode sejarah, dan sebagainya.
3.      Suasana : aman, damai, gawat, bergembira, berduka atau berkabung, kacau, galau dan sebagainya.
d.      Tokoh dan Penokohan
Menurut Panuti Sudjiman (dalam Ismayati, 2014:35), Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Panuti juga menagatakan, Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu kebutuhan artistik yaitu karya sastra  yang harus selalau menunjang kebutuhan artistik. Sedangkan Menurut Aminuddin (dalam Ismayati,2014:36), Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita, Menurut Sudjiman (dalam Ismayati,2014:36),  berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh yang menjadi peran pemimpin adalah tokoh sentral, tokoh utama atau protagonis. Kemudia menurut Tjahyono (dalam Ismayati, 2014:11), tokoh adalah para pelaku atau actor/aktris yang akan memperagakan atau memerankan tingkah laku seseorang dalam suatu cerita drama atau fiksi.
Penokohan menurut Kosasih (2013:228), Cara pengaran menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Menurut Ismayati (2014:37), Penokohan atau perwatakan merupakan pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya.  Menurut Isdriani (2009:6), Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh.
Jadi, Tokoh adalah orang yang memerankan dalam cerita tersebut sedangkan Penokohan adalah watak atau sifat dari orang yang memerankan tokoh yang ada dalam cerita tersebut.
Menurut Isdriani (2009:6), Teknik yang digunakan dalam penggambaran watak tokoh yaitu sebagai berikut :
a.       Teknik Analitik (Eksplositori), yaitu pengarang secara langsung menyebutkan watak tokoh-tokoh yang ada dalam cerita tersebut.
b.      Teknik Dramatik, yaitu  penyajian watak tokoh melalui pemikiran-pemikiran si tokoh, percakapan dan pengdeskripsian tingkah laku tokoh yang disajikan oleh pengarang atau secara tidak langsung. Bahkan dapat pula melalui penampilan fisiknya dan gambaran lingkungan atau tempat tinggal tokoh.
c.       Teknik Kontekstual, yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai pengarang.
e.       Amanat
Menurut Sudjiman (dalam Isdriani,2009:7), Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, atau pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Menurut Kosasih (2013:230), amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Menurut Sudjiman (dalam Ismayati,2014:33), amanat yang terdapat dalam karya sastra ada dua yaitu secara Implisit dan secara Eksplisit. Secara Implisit (Tersirat atau tersembunyi) yaitu jika jalan keluar atau ujaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Sedangkan secara Eksplisit (Terang-terangan) yaitu jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dan sebagainya yang berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita itu. 
Jadi, amanat adalah pesan moral atau yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karya sastranya.
f.        Sudut Pandang (Point of View)
Menurut Kosasih (2013:229), Sudut Pandang (Point of View) adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Menurut Aminuddin ( dalam Ismayati, 2014:40), cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Menurut Gorys Keraf Aminuddin ( dalam Ismayati, 2014:40), sudut pandang adalah penempatan pengarang dalam sebuah cerita.  Kemudian Menurut Isdriani, Sudut Pandang (Point of View) adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Jadi, Sudut Pandang (Point of View) adalah Penempatan,posisi atau sudut pandang pengarang mengenai cerita tersebut.
Posisi pengarang tersebut terdiri atas dua macam yaitu:
1.      Sudut Pandang Orang Pertama
Yaitu pengarang memakai tokoh “aku” sebagai penutur cerita sehingga seolah-olah kisah yang dituangkan adalah pengalaman hidupnya sendiri.
2.      Sudut Pandang Orang Ketiga
Tokoh utama cerita dengan sudut pandang ini adalah dia, ia, atau seseorang dengan nama tertentu. Disini pengarang bisa bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia bisa mengemukan perasaannya,kesadaran,dan jalan pikiran pelaku. 
g.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau majas disebut juga dengan langgam, corak, bentuk, atau style bahasa yaitu cara yang digunakan oleh pengarang untuk mengungkapkan maksud dan tujuannya baik dalam bentuk kata, kelompok kata, atau kalimat. Secara garis besar Menurut Cahyono (dalam Ismayati,2014:66), menjelaskan gaya bahasa dapat dibedakan menjadi 4 yaitu:
1.      Gaya Bahasa Perbandingan, Meliputi Personifikasi, Metafora, Asosiasi, Metonomia, Simbolik, Tropen, Litotes, Eufemisme, Hiperbola, Sinekdoche, Alusio, Perifrasis, Antonomasia, Alegori, dan Pararel.
2.      Gaya Bahasa Penegasan, Meliputi Pleonasme, Pararelisme,Repetisi, Tautologi, Simetri, Klimaks, Anti Klimaks, Asidenton, Polisidenton, Enumerasio, Inversi, Interupsi, Retoris, Koreksio, Ekslamasio, Elipsi, Pleterito, dan Retisentis.
3.      Gaya Bahasa Sindiran, Meliputi Ironi, Sinisme,dan Sarkasme.
4.      Gaya Bahasa Pertentangan, Meliputi Paradoks, Kontradiksi in Terminis, Antitesis, Okupasi, dan Anakhronisme.

B. Pengertian Unsur Ekstrinsik
Unsur Ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada  di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi system organism karya sastra. Unsur Ekstrinsik berperan sebagai unsur yang mempengaruhi bangun sebuah cerita. Jaadi Unsur Ekstrinsik adalah unsur yang berasal dari luar karya sastra itu sendiri.
a.     Latar Belakang Kehidupan Pengarang
Menyangkut asal daerah atau suku bangsa, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan ideologi pengarang. Unsur-unsur ini sedikit banyak akan berpengaruh pada isi novelnya. Misalnya, novel yang dikarang orang padang akan berbeda dengan novel yang dibuat oleh orang sunda, orang inggris, atau orang arab. 
b.   Nilai Sosial Budaya
        Nilai yang berkaitan dengan pikiran, akal budi, kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat suatu tempat yang menjadi kebiasaan dan sulit diubah.
c.       Nilai Sosial Masyarakat
Sifat yang suka memperhatikan kepentingan umum misalnya saja menolong, berderma dan sebagainya.




DAFTAR PUSTAKA
Isdriani, Pudji.         . Seribu Pena (Seri Buku Penuntun dan Evaluasi) Bahasa Indonesia untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Ismayati. 2014. Buku Ajar Kajian Prosa Fiksi. Palembang: FKIP Universitas Muhammadiyah.
Ismayati. 2014. Buku Ajar Kumpulan Materi dan Soal Kajian Drama. Palembang: FKIP Universitas Muhammadiyah.
Kosasih, Engkos. 2013. Ketatabahasaan dan Kesusastraan Bahasa Indonesia. Bandung: Yrama Widya.
Nurgiantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Oktarina, Tuti. 2015. Skripsi Aspek Budaya dan Sosial dalam Novel Lukisan Tanpa Bingkai karya Ugi Agustono J. Palembang: FKIP Universitas PGRI.
Phoenix, Pustaka. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Baru. Jakarta: PT Media Pustaka Phoenix.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004.  Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rabu, 15 Maret 2017

Puisi

Gerilya
Karya Gunawan Subagio

Sahabat,
Taukah kau berapa masa yang kita lewati?
ah, aku tak peduli!
karna kau selamanya bagiku.
Bersamamu,
Tanggisku kan menjadi tawa
Duka ku kan terpecah menjadi bahagia
Dan air mata yang terlanjur jatuh?
Takkan berubah menjadi nestapa.
Denganmu,
Kepenatanku menjadi sirna
terkadang di satu waktu,
Prasangka pernah menjauhkanmu dariku
Tapi sungguh sahabat,
Amarah takkan bertahan lama dalam kalbuku
Kusadari aku terikat jauh kedalam hatimu
Meski hanya
Menyisakan tanah merah dipermukiman ramai dan mengerikan itu.
Ingatlah sahabat,
Kita pernah duduk bersama
Melukis langit dengan impian
Tentang aku
Kau
Dan perang yang bergerilya waktu itu.






SINOPSIS NOVEL “PULANG” KARYA TERE LIYE


SINOPSIS NOVEL “PULANG” KARYA TERE LIYE
Oleh
Anggi Anggraini

Cerita berawal dari talang(pedesaan) di pedalaman Sumatra. Di sana hidup seorang jagal yang sudah pensiun bernama Samad. Ia tinggal bersama istrinya Hamidah dan dikaruniai seorang anak bernama Bujang(Agam). Bujang dididik ilmu pengetahuan dan ilmu agama oleh Hamida, tetapi Samad tidak suka Bujang belajar ilmu agama. Jika bujang ketahuan sedang belajar agama, maka samad akan memukulinya habis-habisan.
Suatu hari datanglah Tauke besar, teman Samad dari kota. Mereka sangat akrab hingga Tauke menganggap Samad sebagai saudara angkatnya. Tauke datang bersama rombongan karena diundang Samad untuk mengatasi babi liar yang mengganggu kebun warga di Talang. 
Malam harinya berangkatlah Tauke besar dan rombongan ke dalam hutan untuk berburu babi hutan. Dalam rombongan itu ada Bujang anak Samad. Meskipun Hamidah melarang Bujang untuk ikut, tetapi akhirnya ia setuju setelah Samad membujuknya. Dengan bersenjatakan tombak milik bapaknya, Bujang pun ikut berburu bersama Tauke dan rombongan. Satu persatu babi hutan berjatuhan, rombongan terus masuk ke hutan yang paling dalam untuk menghabisi babi hutan sampai ke akar-akarnya. Pertarungan seru terjadi ketika seekor babi hutan sebesar sapi dewasa mengamuk. Babi itu menyeruduk siapa saja yang ada di depanya, semua rombongan menjadi korbannya, tak terkecuali Tauke. Bujang yang melihat Tauke dan rombongan yang lain terluka, memutuskan untuk melawan. Saat itulah rasa takut seperti telah dikeluarkan dari dadanya. Bujang anak talang pedalaman sumatra melawan babi buas itu dengan sekuat tenaga. Hingga pada akhirnya babi buas itu tak berdaya, tombak bujang menembus moncong hingga ke punggung babi tersebut.
Singkat cerita Bujang pun dibawa oleh tauke besar ke kota. Sesampainya di markas besar keluarga tauke besar atau yang terkenal dengan nama keluarga Tong, Bujang dididik dengan baik. Ia juga disekolahkan oleh tauke besar. Di markas besar, Bujang memiliki teman sekamar yaitu Basyir. Bujang begitu akrab dengan Basyir, tidak butuh waktu lama mereka pun akrab.
Di keluarga Tong Bujang atau Si Babi Hutan tidak diizinkan menjadi tukang pukul, ia disuruh terus belajar bersama Frans untuk mengejar ketinggalannya, maklum selama lima belas tahun Bujang sama sekali belum mengenyam bangku pendidikan resmi. Bujang hanya pernah diajari pelajaran sekolah ketika berguru di rumah Tuanku Imam, itu pun secara sembunyi-sembunyi. Hari demi hari Bujang terus dijejali dengan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah, hal ini lambat laun membuat Bujang jenuh. Hingga suatu ketika Bujang merujuk tidak mau belajar lagi, ia meminta kepada Tauke untuk menugaskannya sebagai tukang pukul. Awalnya Tauke menolak, hingga akhirnya ia memikirkan ide bagus untuk menuruti keinginan Bujang. 
Dalam keluarga Tong terdapat banyak sekali tukang pukul. Dalam setiap perekrutannya akan selalu diadakan sebuah ritual bernama Amook. Ritual ini mengharuskan seseorang berdiri di tengah, dan dikelilingi oleh banyak tukang pukul. Aturannya simpel, seberapa lama seseorang tetap bisa berdiri ketika dikroyok para tukang pukul. Tauke Besar yang marah karena Bujang terus saja merajuk untuk jadi tukang pukul, menantang bujang dalam ritual itu. Jika Bujang bisa bertahan 15 menit, maka ia boleh menjadi tukang pukul. Namun jika Bujang tumbang dalam waktu kurang dari 15 menit, maka ia harus mengambi buku dan alat tulisnya lalu mulai belajar lagi. Bujang yang sebelumnya bingung kenapa ia dibawa ke tempat pelatihan ini segera paham apa maksud tauke. Ia pun bersiap-siap dan berdiri di tengah, menatap semua tukang pukul yang mengelilinginya. Bujang adalah seorang pemuda yang tangguh, meskipun dikroyok banyak tukang pukul ia bisa bertahan. Namun ketika waktu hampir mencapai 15 menit, Basyir berhasil menjatuhkan Bujang. Bujang pun harus menerima kekalahannya dan melaksanakan janji yang sudah ia buat dengan tauke.
Setelah gagal mendapatkan posisi sebagai tukang pukul, Bujang harus rela waktu mudanya untuk belajar. Ia anak yang pandai, dalam waktu singkat ia bisa mengejar ketinggalanya hingga SMA. Apalagi setelah Bujang diterima di Universitas Ibu kota, Tauke pun mengijinkannya menjadi tukang pukul. Masuknya Bujang ke Universitas Ibu kota ditandai juga perpindahan markas besar keluarga Tong ke Ibu kota. Hal ini memudahkan Bujang untuk pulang ke markas setelah kuliah. Setiap pulang dari kuliah Bujang akan berlatih sebagai tukang pukul bersama Kopong. Setiap hari Kopong melatih Bujang bagaimana menjadi tukang pukul yang tangguh hingga suatu ketika Kopong sudah tidak sanggup lagi mengajarnya, ia memanggil guru Busyi dari Jepang untuk menggantikannya. Guru Busyi mengajari Bujang ilmu ninja dan bagaimana menggunakan samurai. Tetapi pelajaran dari ahli samurai jepang itu harus putus di tengah jalan ketika guru Busyi mendengar anaknya meninggal. Setelah it  Lantas Bujang berlatih dengan Salonga. Seorang penembak jitu asal Filipina. Dengan guru menembaknya itu ia juga belajar filosofi hidup. Selain berlatih beladiri, Bujang juga terus melanjutkan sekolah. Ia bahkan mengenyam pendidikan magister di luar negeri.
Novel beralur maju mundur ini terus mengajak pembaca menikmati keseruan cerita. Pertarungan demi pertarungan yang mengesankan. Jua perihal ekspansi Keluarga Tong yang perlahan merangkak naik level dari penguasa shadow economy tingkat provinsi menjadi penguasa shadow economy nasional bahkan internasional. Selalu ada intrik menarik di dalamnya.Hingga di satu titik. Saat Keluarga Tong di puncak kejayaan, pengkhianat muncul. Siapakah pengkhianat itu? Berhasilkah ia melumat kekuasaan Keluarga Tong? Pengkhianat itu adalah basyir. 

SINOPSIS NOVEL “HUJAN” KARYA TERE LIYE


SINOPSIS NOVEL “HUJAN” KARYA TERE LIYE
Oleh 
Anggi Anggraini

Cerita di buka dari pasien perempuan muda yang seminggu lagi tepat berusia ke 21 tahun, di tahun 2050. Wow wow wow... tahun 2050? yah emang begitu, stop jangan bahas tahunnya, kita lanjutkan ceritanya.
Lail, gadis 21 tahun kurang seminggu, yang memasuki ruang sederhana 4x4m. Jangan salah, ruang ini memiliki teknologi dan berperalatan medis paling maju. Teknologi terapi yang tidak pernah dibayangkan manusia sebelumnya. Yaps, terapi. Lail memutuskan memodifikasi ingatannya, menghapus kenangan menyakitkan. Apalagi kalau bukan kenangan tentang "Hujan".
Setting berpindah ke tahun 2042. Saat Lail berangkat sekolah di hari pertama SMP, di antar ibunya dengan kereta bawah tanah super canggih yang pernah ada. Tentu saja teknologi saat itu sudah amat maju pesat. Handphone digantikan oleh layar sentuh berukuran 2x3 cm sekaligus sebagai alat pembayaran apapun, alat ini tertanam di lengan. Emejing  sekali, bukan?
Kembali ke cerita, saat itu gerimis sedang turun. Beberapa menit setelah Lail dan ibunya naik kereta canggih, sebuah bencana yang tidak terduga menjadi muasal cerita ini. Gunung meletus, sebuah gunung purba meletus, ledakannya bahkan terdengar hingga radius 10.000km, Terdengar keras dari kota Lail yang berjarak 3200km. Bukan ledakannya yang membuat kacau, melainkan beberapa menit kemudian terjadi gempa super dahsyat yang pernah ada. Gempa bumi berkekuatan 10SR. Keretan sudah berhenti saat gempa terjadi,
Lail, ibunya dan semua penumpang kereta panik. Pemandu kereta mengevakuasi penumpang, keluar melalui tangga darurat. Sayang, ketika Lail sudah hampir sampai di ujung tangga, gempa susulan terjadi, dinding lorong retak, dalam hitungan detik, ambruk mulai dari bagian terbawah, ibu Lail tertimbun sudah, Lail menangis, berteriak, hendak jatuh juga. Beruntung seorang anak laki-laki berusia 15 tahun mencengkram tas punggungnya. Lail tertolong. Seketika mereka berdua bisa keluar dari tangga darurat. Tiba di permukaan dengan kondisi kota yang sudah hancur, tidak ada yang tersisa, rata dengan tanah. Gerimis membuat suasana hati Lail semakin mendung. Saat itulah, untuk pertama kalinya Lail tidak menyukai Hujan. Perkenalan dengan anak lelaki berusia 15 tahun terjadi, Esok namanya. Dia juga kehilangan empat kakak lelakinya, tertimbun bersama ibu Lail.
Keajaiban menghampiri Ibu Esok di  toko kuenya yang tidak ambruk, hanya retak-retak, rak-rak kue berserakan, salah satunya menimpa Ibu Esok. Ibu Esok selamat meski kakinya  harus di amputasi.
Ada delapan pengungsian di kota, namun Esok memilih pengungsian nomor dua di stadion dekat rumah sakit, agar leluasa menjenguk ibunya di rumah sakit. Hari berikutnya, Hujan abu sampai di kota mereka, tidak tanggung-tanggung, sampai 5 cm tebalnya. Singkat cerita, Lail yang masih dirundung kesedihan ditinggal mati ibunya ditambah mendengar kabar buruk tentang kepastian ayahnya meninggal, ia kembali mengunjungi lubang tangga darurat, tempat ibunya mati tertimbun, tanpa sepengetahuan Esok. Di tempat inilah, untuk kedua kalinya Esok menolong Lail dari hujan Asam. Sejak saat itu, Lail akan menurut dengan Esok, sejak saat itu pula, Esok menjadi seseorang yang amat penting dalam kehidupan Lail. Hari-hari di tenda pengungsian dilaluinya bersama.
Selanjutnya, kehidupan berubah drastis. kebersamaan Lail dan Esok harus mengalami perpisahan. Esok diangkat menjadi anak angkat wali kota, termasuk diperbolehkan ikut ibunya yang sekaligus akan mendapat pengobatan gratis dari Wali kota. Lail masuk panti sosial. Mereka jarang bertemu, sekali bertemu Esok mengajak Lail bersepeda berkeliling kota. Yang justru akan membangun rasa cinta di hati Lail. Waktu melesat cepat, Pertemuan mereka semakin jarang terjadi ketika Esok harus kuliah di luar kota. Hanya setahun sekali bertemu. Bahkan ada bagian dimana Lail bertemu Esok setelah dua tahun tidak bertemu. Tepatnya saat Lail mendapat penghargaan bersama Maryam, sahabat terbaiknya yang hidup sekamar di Panti Sosial. 
Ah, iya, Persahabatan Lail dengan Maryam yang berambut Kribo ini, patut di acungi jempol. Disinilah letak kisah tentang persahabatan dalam novel Hujan yang di maksud Tere Liye. Entahlah, aku malah jatuh cinta dengan sosok Maryam. Seorang sahabat yang bisa menjaga rahasia temannya, yang selalu ada untuk temannya. Ah, sosok seperti ini memang selalu ada dalam kehidupan nyata.

Kembali ke laptop.
Lail dan Maryam mendapat Penghargaan karena dedikasinya sebagai relawan yang berhasil menyelamatkan 14.000 penduduk kota dari bahaya jebolnya bendungan. Lail dan Maryam mati-matian berlari dari kota atas, sejauh 50 kilometer melewati hutan, tanah basah, di bawah hujan badai, dengan suhu dibawah 5 derajat celcius. Saat itu mereka baru berusia 18 tahun. Lail dan Maryam mendapat penghargaan pada sebuah acara peringatan 5 tahun berdirinya Organisasi Relawan yang juga di hadiri Bapak Gubernur.
Siapa yang tidak senang, hati berbunga saat bertemu seseorang yang selalu ada di hati, seseorang yang bahkan bayang-bayang wajahnya tak pernah pergi dari sisi. Esok memberi kejutan kepada Lail dengan datang saat Lail mendapat penghargaan. Tidak lama memang, tapi itu amat berkesan bagi Lail.
Setelah kejutan luar biasa dari novel Pulang, Tere Liye kembali memberi kejutan melalui novel Hujan, dimana novel ini sedikit banyak justru membahas hal-hal ilmiah. Seperti di awal cerita yang disuguhkan dengan alat-alat kesehatan super canggih yang bisa memodifikasi ingatan. Ada juga kursi roda super canggih yang dipakai Ibu Esok. Kalian yang suka narsis pake Tongsis, di novel ini sudah 30 tahun Tongsis punah, di gantikan kamera kecil seukuran kumbang yang bisa terbang, cukup di gerakkan dengan telapak tangan. Keren, bukan? Bahkan musimpun bisa dimodifikasi, meski justru menimbulkan bencana yang amat berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia. Bayangkan saja, negara Indonesia yang tidak ada musim salju, tiba-tiba jalanan di penuhi gundukan salju, pepohonan tertimbun salju, ternak mati kedinginan. Jangan tanya padi, gandum dan makanan pokok lainnya, pasti susah mencarinya.
Cerita mulai merangkak menuju klimaks ketika Esok menjelaskan sesuatu kepada Lail tentang proyek rahasianya. Esok yang diperankan sebagai tokoh genius memang disibukkan dengan mega proyek kapal antariksa berukuran 6km dengan lebar 4km setinggi 800m di universitasnya, Proyek rahasia yang membuat ia terpaksa jarang menemui Lail. Untuk apa kapal sebesar itu? untuk menyelamatkan manusia dari kepunahan.
Musim salju memang berhasil di taklukkan dengan mengirim pesawat ulang alik lantas menyemprotkan anti gas sulfur dioksida di lapisan stratosfer. Namun bencana baru datang lagi, berupa musim panas yang terus menerus. Tidak ada awan, dipastikan tidak akan pernah ada Hujan. Hujan hilang dari muka bumi, sementara cuaca panas akan terus meningkat, akan mencapai suhu yang paling mematikan yang bisa membuat manusia punah.
Ada 4 kapal yang di buat di 4 negara berbeda, salah satunya Indonesia. Namun hanya ada 10.000 orang di masing-masing kapal yang dipilih secara acak di seluruh dunia. Esok mendapatkan satu tiket karena jasanya turut membuat kapal antariksa, namun saat pemilihan penumpang secara acak, Esok juga terpilih lagi. Jadilah Esok memiliki 2 tiket untuk ikut ke dalam kapal antariksa yang akan menjadi tempat pengungsian, keluar dari bumi selama Bumi masih mengalami musim panas mematikan.
Di lain sisi, Lail berharap Esok akan memberikan tiket itu kepadanya.
24 jam sebelum kapal itu beragkat, Lail justru mendapat ucapan terimakasih dari Wali kota atas terkabulnya permintaan Wali kota kepada Lail, agar menyuruh Esok memberikan tiket itu kepada Claudia putrinya. Padahal Lail sama sekali belum pernah menerima kabar dari Esok tetang tiket itu.
Lail kecewa dengan keputusan Esok yang lebih memilih Claudia dibanding Lail. Dalam pikirannya, Esok justru mencintai Claudia, Esok hanya menganggap Lail seorang adik saja, tidak lebih, tidak kurang.  Hingga Lail tiba di ujung kesabarannya, Lail memutuskan untuk memodifikasi ingatannya tentang Hujan, saat hujanlah Lail pertama kali mengenal Esok. Saat hendak hujan Asam, Esok menolong Lail. Kenangan-keangan itu ingin Lail hapus dari ingatannya. "Apa yang terjadi, jika hujan tidak pernah turun lagi? Apa yang terjadi, jika kamu tidak pernah mengingatku lagi? Seperti orang-orang yang lupa tentang hujan?"
Seperti biasanya, Tere Liye selalu menghadirkan tokoh bijak dalam setiap novelnya. Jika dalam Novel Pulang ada Tuanku Imam, di Novel Rindu ada Gurutta. Maka di Novel Hujan ada tokoh Elijah, paramedis senior yang hendak membantu Lail menghapus ingatannya. "Ratusan orang pernah berada di ruangan ini. Meminta agar semua kenagan mereka dihapus. Tetapi sesungguhya, bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan. Tapi jika dia tidak bisa menerima, maka dia tidak akan bisa melupakan." Lantas, benarkah Esok memberikan satu tiket itu kepada Claudia, puteri Wali kota, yang notabennya adalah adik angkatnya?
Apa yang terjadi jika modifikasi ingatan Lail berhasil di lakukan? "Tidak ada kabar adalah kabar, yaitu kabar tidak ada kabar Tidak ada kepastian juga adalah kepastian, yaitu kepastian tidak ada kepastian."
Novel ini juga berkisah tentang kepastian yang tidak pasti, tentang kabar yang hampir tidak pernah dikabarkan. Hingga membuat sepasang kekasih yang saling mencintai, juga saling menunggu untuk saling mengungkapkan.
 "Hidup ini memang tentang menunggu. Menunggu kita untuk menyadari: Kapan kita berhenti menunggu."