Kamis, 06 Oktober 2022

Handphone yang di sita

 Nama: Dia pitaloka

Kls :1X.A

Judul :Handphone Yang Kena Sita



Pada suatu hari saya masuk sekolah hari senin. Perkenalkan nama saya Bunga Putri Sanjaya biasa di panggil Bunga. Saya tipe orang yang pemalas dan tidak menepati peraturan sekolah. Saya memiliki sahabat yang bernama Bintang. Bintang tipe orang yang baik, Rajin dalam mengerjakan tugas, Dan satu yang di sayangkan dia sama seperti saya tidak menepati peraturan sekolh.


Pada hari senin kami masuk sekolh, Seperti biasa kami selalu membawa hendphone. Pada saat itu kami di peringatkan oleh teman kami yang berna Jesika.


"Kalian mengapa membawa hendphone, Kan peraturan sekolh tidak boleh membawa hendphone ?"Tanya Jesika.


"Ah kan guru tidak tahu kalo kami membawa hendphone" Jawab Saya.


"Tapi kalo ketahuan hendphone kalian akan di ambil" Kata Jesika.


"Tenang saja kami akan menyimpan hendphone kami dengan baik" Jawab Bintang.


"Yaudah kalo kalian masih mau membawa hendphone kekelas tapi ingat, Jangan di mainkan" Kata Jesika.


"Ya, kami tidak akan memainkannya" Jwab Saya.


Lalu kami pun masuk kedalam kelas. Pada saat itu ada orang lain juga yang membawa hendphone, dia memainkan hendphone saat guru ada di dalam kelas. Dia bernama Gita. Gita pun ketahuan, lalu dia pun di panggil kedepan menghadap ibu Erna.


"Hey kamu siapa nama kamu ?" Tanya buk Erna.


"Gita buk" Jawab Gita.


"Kenapa kamu membawa hendphone ke sekolah ?" Tanya buk Erna.


"Karna saya ingin menghubungi orang tua saya buk, untuk minta jemput setelah saya pulang sekolah" Jawab Gita.


"Hendphone kamu saya ambil dulu" Kata buk Erna.


"Apa ada lagi yang membawa hendphone lagi selain Gita?" Tanya buk Erna Lagi.


Disitu tidak ada yang mengaku termasuk Saya, lalu buk Erna menyuruh ketua kelas untuk memriksa tas satu persatu.


"Siapa ketua kelas?" Tanya buk Erna.


"Madhon buk" Kawab kami sekelas.


"Madhon priksa tas mereka satu persatu" Kata buk Erna.


"Oh iya buk" Jawab madhon.


Lalu tas kami pun di priksa satu persatu. Hendphone Bintang di masukkannya didalam laci meja biar tidak ketahuan tapi ternyata laci meja di priksa juga, hendphone Bintang pun di ambil. Lalu waktunya giliran saya hendphone saya, saya masukkan didalam tas lalu hendphone saya pun di ambil juga. Buk Erna mengatakan kepada kami.


"Mengapa kalian membawa hendphone, kan sudah ada peraturannya tidak boleh membawa hendphone ke sekolah ?" Tanya Buk Erna.


Tidak ada yang menjawab lalu buk Erna bilang!


"Hendphone kalian ibu ambil dulu" Kata buk Erna.


Kami pun melanjutkan pelajaran. Pada saat mau pulang hendphone kami di kembalika karna ini baru peringatan.


"Hendphone kalian ibu kembalikan, tapi ingat kalo masih membawa hendphone lagi tidak ada toleransi lagi untuk kalian" kata buk Erna.


"Iya buk kami janji tidak akan membawa hendphone lagi" Jawab kami Bersama.


Lalu hendphone kami pun di kembalikan kami sangat senang saat itu, kami pun pulang. Pada keesokan harinya tidak ada orang yang berani membawa hendphone lagi kecuali Saya dan Bintang. Lalu Jesika pun bilang kepada kami.


"Mengapa kalian masih membawa hendphone, kan sudah di peringati oleh buk Erna kalo kalian ketahuan lagi masih membawa hendphone, tidak ada toleransi lagi" Kata Jesika.


"Ah tenang aja kali ini kami akan lebih berhati hati lagi" Jawab Saya.


Lalu buk Erna punmasuk kedalam kelas, kami tidak tahu bahwa hari ini diadakan razia seluruh kelas. Kami ketakutan nanti hendphone kami ketahuan lagi.


"Bintang hendphone kamu di simpan di mana ?" Tanya Saya.


"Didalam laci tempat orang yang gak masuk sekolh" Jawab Bintang.


Lalu saya masukkan hendphone saya ke dalam sepatu agar tidak ketahuan. Pada saat Bintang yang di periksa hendphone Bintang tidak ada didalam tas dan di dalam laci mejanya, lalu ada satu orang yang bilang!


"Hendphone Bintang ada di dalam lacu dimeja depannya" Kata Nagita.


Lalu hendphone Bintang pun diambil. Tiba saatnya giloran saya, guru tidak menemukan apapun di mejasaya akhirnya hendphone saya tidak ketahuan. Pas saat istirahat ada satu murid yang tahu bahwa hendphone saya ada di dalam sepatu ia bernama Amanda ia pun mengatakannya kepada buk Erna.


"Buk hendphone Bunga ada di dalam sepatunya" Kata Amanda.


"Ambil Amanda bawa kesini" Kata buk Erna.


"Dia tidak mau memberikannya buk" Kata Amanda.


Buk Erna pun masuk kedalam kelas untuk mengambil hendphone saya.


"Bunga dimana hendphone kamu ?" Tanya buk Erna.


"Tidak ada buk saya tidak membawa hendphone" Jawab Saya.


"Amanda dimana hendphone nya ?" Tanga buk Erna.


"Didalam sepatunya buk" Jawab Amanda.


Lalu buk Erna memeriksa di dalam sepatu saya, ternyata tidak ada karna sudah saya pindahkan ke tempat yang berbeda yaitu laci. Buk Erna memeriksa di dalam laci juga akhirnya hendphone saya pun di ambil juga. Saya sangat sedih saat itu saya minta maaf kepada buk Erna!


"Maaf buk saya janji kali ini saya tidak akan membawa hendphone lagi kesekolah" Kata Saya.


"Maaf kamu sudah telat, kan sudah ibu peringatkan jangan lagi membawa hendpgone ke sekolah" Jawab buk Erna.

"Saya Membawa hendphone karna saya ingin menghubungi orang tua saya buk untuk minta jemput setelah pulang sekolah" Kata Saya.


Buk Erna tidak mendengarkan ia langsung membawa hendphone saya pergi. Lalu saat pulang hendphone kami tidak di kembalikan, saya pun bertanya kepada buk Erna!


"Hendphone di sita selama berapa hari Buk ?" tanya Saya.


"Satu Bulan" Jawab buk Erna.


Saya pun pulang bersama Bintang, saya sangat marah saat itu tapi saya juga sadar bahwa ini juga kesalahan saya yang tidak mentaati peraturan sekolah. Dirumah ibu saya bertanya kepada saya! 


"Di mana hendphone kamu ?" Tanya ibu saya.


"Disita guru buk" Jawab Saya.


"Selama berapa hari ?" Tanya ibu saya.


"Satu Bulan" Jawab Saya.


"Makanya jangan membawa hendphone ke sekolah, kamu memang ngeyel kalo di bilangin" Kata ibu saya sambil memarahi saya.


Lalu saya sekolah seperti biasa tanpa hendphone. Saya merasa hampa tanpa adanya hendphone, tapi saya sadar bahwa guru mengambil hendphone saya karena saya yang salah. Sayapun terbiasa tanpa hendphone. Satu bulan telah berlalu, Tiba Saatnya hendphone kami di kembalikan.


"Syarat mengambil hendphone yang kena sita kemaren bawak matrai bersama orang tua" Kata buk Erna.


"Oke Buk" Jawab kami Sekelas.


Lalu ibu saya mengambil hendphone saya ke kantor, saya tidak ikut karna pada saat itu saya ketiduran. Hendphone saya pun di kembalika.


"Ingat jangan membawa hendphone lagi kesekolah kalo masih kamu bawa aku nggak mau lagi mengambilnya" Kata ibu Saya.


"Oh iya buk" Jawab Saya.


Saya Sangat senang saat itu, setalah kejadian itu saya tidak mau lagi membawa hendphone ke sekolah Bintang pun begitu, kami sepakat berdua akan menepati peraturan sekolah. Jesika pun ikut senang karena kami sudah mulai berubah, kamipun sekolah seperti biasa tanpa membawa hendphone.

Aku korban bullying di sekolah

Nama: Tentri Anggraini

Kelas :IX.A

Judul : aku korban bullying di sekolah


Haii aku tentri, dahulu aku punya dua orang sahabat yang begitu akrab denganku, yang bernama ecaa dan ghea. Kami sahabatan dari SD. sampai lah kami duduk di bangku kelas 7 SMP negeri 2 abab, bertambah lah teman kami yang bernama cinta dan cinta pun menghasut ecaa dan ghea untuk memusuhiku, mereka pun memusuhi ku karena di hasut oleh cinta, waktu pun berlalu aku terus di bully oleh cinta , ecaa dan ghea pun tidak tega melihat ku, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa jika mereka menolong ku mereka pun akan di bully juga oleh cinta.


Seiring nya waktu kami naik ke kelas 8 SMP dan cinta pun masih membully ku habis-habisan tentang fisik, keluarga ,ekonomi dan prestasi, dan aku pun tidak kuat lagi hingga aku tidak mau masuk sekolah karena selalu di bully. Dan dimana saat nya aku dapat surat panggilan dari pihak sekolah karena sudah sering tidak masuk sekolah, ibuku pun bertanya mengapa engkau jarang masuk sekolah?

Dan aku pun menjawab nya, aku selalu di bully habis-habisan, ibuku pun menjawab. "Tidak usah di pikirkan apa kata orang, jika mereka berkata buruk tentang kamu jangan di dengarkan pura-pura tidak dengar saja semua pasti ada karma nya."


Aku pun mulai memberikan diri untuk masuk sekolah,cinta pun masih saja membully ku dan aku pura-pura tidak dengar saja ,dan tibalah bel sekolah berbunyi untuk istirahat aku pun keluar kelas untuk pergi ke kantin,ternyata cinta juga menghasut kakak kelas untuk memusuhi ku dan aku pun tidak peduli. Dia pun menghina ku dan menjatuhkan ku di depan orang banyak.

Berjalan nya waktu sampailah kami masuk ke semester 2,di saat pembagian raport ternyata semua orang menjauhi cinta karena sikap nya yang membuat orang tidak nyaman


Dan mereka pun berteman dengan ku, ecaa dan gheaa meminta maaf kepada ku karena telah meninggalkan ku dan aku pun memaafkan nya,kami begitu akrab dan cinta dimusuhi oleh banyak orang karena terus membully orang yang lebih rendah dari nya.


Sampai lah kami duduk di kelas IX.A ,kami bertiga masih sahabtan dengan baik,dan cinta pun berteman dengan ku aku pikir dia akan berubah setelah di musuhi banyak orang ternyata tidak.dia masih saja membully,menghina, merendahkan dan memandang rendah ekonomi orang,aku pun menegurnya,cinta kamu jangan membully orang terus ingat kamu selalu memandang rendah orang tapi kita tidak tahu esoknya seperti apa mungkin kamu yang akan dipandang rendah oleh orang karena tingkah laku mu? Jadi stop membully orang dan memandang rendah orang, cinta pun tidak terima karena di nasehati dan dia pun menjawab nya " Halah kayak ga pernah ngomongin orang !" Aku pun menjawab nya,tapi aku tidak pernah membully orang apalgi sampai merendahkan martabat orang seperti mu .


Karena aku tidak tahan dengan tingkah laku nya aku pun menjauhi nya ecaa dan gheaa pun ikut menjauhi nya.


Aku pun merenungkan perkataan ibuku , ternyata ibuku benar, "tidak usah di pikirkan apa kata orang, jika mereka berkata buruk tentang kamu jangan di dengarkan pura-pura tidak dengar saja semua pasti ada karma nya"


Semangat untuk korban bullying !

Sabtu, 01 Oktober 2022

Cerpen

Hai!... nama ku Maura dan aku mempunyai teman yang sangat cantik dan baik, namanya "Ayu Selviana" nama yang keren bukan? 

Kami adalah siswa kelas IX "SMP MAWAR BERDURI" yang ada di desa Prambatan.

Aku dan Ayu berteman sejak sekolah dasar/SD,  pertemanan kami  sangat awet hingga sekarang, dan secara kebetulan kami menjadi teman sebangku di tahun ini. Tidak terasa yaa tahun berlalu begitu cepat, sebentar lagi kami akan semakin dewasa dan akan mulai sibuk dengan urusan masing-masing. 

Sebelum kami memulai kehidupan yang sibuk itu, kami mempunyai pengalaman yang sangat menegangkan dan akan kami kenang dimasa tua nanti, apakah kalian ingin mendengarkan cerita ku? Baiklah aku akan menceritakan pengalaman itu 

Pada Jum'at, Agustus 2022 lalu, aku di tugaskan oleh guru BK. Setelah semua siswa/siswi sudah mengumpulkan uang kas, aku di tugaskan untuk mencetak buku BK. Lalu akupun berfikir untuk mengajak ayu untuk menemaniku mengerjakannya sepulang sekolah. 

Pada sore itu, hujan begitu deras dan tidak lama dari itu mulai meredah. Setelah hujan redah, ku pun menjemput Ayu di rumahnya agar ia bisa menemaniku ke desa sebelah. karena ternyata, di desa ini tidak ada yang bisa mencetak buku BK. 

Sore menjelang malam kami nekat berangkat ke desa sebelah mengendarai sepeda motor, saat di perjalanan hujan mulai turun lagi dan kami singgah di pinggir jalan untuk memakai jaz hujan supaya tidak kebasahan, lalu kami meneruskan perjalanan.

Sesampainya di desa sebelah kami bergegas ke toko ATK/tempat pencetakan buku BK, tapi ternyata tokonya tutup. Mungkin karena sudah terlalu sore. 

Sungguh malang nasib kami, sudah jauh-jauh eh ternyata tokonya tutup.  Akhirnya kami memutuskan untuk makan-makanan yang hangat di cuaca yg dingin ini. Kemudian kamipun pergi ke warung bakso untuk menghangat kan perut kami. 

Setelah kami selesai makan, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang. Tidak terasa hari sudah gelap dengan kondisi cuaca yang masih sangat buruk, aku melajuhkan sedikit lebih cepat kendaraan ku, walaupun wajah ku diterjang air bagaikan di tusuk jarum, karena hari sudah sangat gelap dan kami masih berada di desa orang.

Saat kami melintasi jalan yang penuh dengan pepohonan aku melihat segerombolan pemuda yang lebih dewasa dari kami, awalnya kami senang karena punya teman pulang, tetapi saat aku melihat lebih teliti aku sangat kaget setengah mati, ternyata mereka membawa benda yang sangat berbahaya, yah, mereka membawa cerurit, kapak, dan benda tajam lainnya. Mereka adalah segerombolan begal yang mencari korban di malam hari pikirku.

Dari kejauhan aku memperlambat laju motorku dan mematikan lampu kendaraan ku supaya mereka tidak melihat kami di belakang.

Aku berbicara kepada Ayu. 

Aku: Ayu bagaimana ini apa yang harus kita lakukan? (berbicara tertaba-taba) 

Ayu: kita harus mencari bantuan!

Aku: tapi tidak ada seorang pun di sekitar sini!

Ayu: ayo  kita putar balik saja dan mencari bantuan!

Aku: Tidak bisa yu, kita sudah hampir sampai ke desa kr. Agung (desa sebelum desa kami), dan akan sangat jauh jika kita putar balik 

Ayu: kalau begitu kita harus lebih cepat ke desa kr. Agung dan meminta bantuan di sana 

Aku: tapi kita akan melewati para begal itu 

Ayu :aku pun tidak tahu Maura, aku sudah sangat takut. 

Melihat raut wajah ayu yang sangat ketakutan dan air mata yang berlinang, aku merasa bersalah sekali karena telah meminta ayu untuk menemaniku.

gelisah, panik, cemas, takut perasaan yang aku rasakan pada saat itu 

Aku : baiklah ayu pegang yang erat!

Ayu : apa yang kamu lakukan Maura?

Aku : kita akan melewati para begal itu!

Ayu : Tttt- t...tapi Maura, ini pertaruhan nyawa!!!

Aku : setidaknya kita harus mencobanya! 

Aku mulai menyalakan mesin kendaraan ku dengan penuh keberanian, aku melajukan motor ku sekencang-kencang nya

Wuuuisshhhhhh... *suara angin saat kami melewati para begal itu. 

HEY... para begal itu melemparkan kapak ke arah kami, beruntungnya aku dapat menghindari kapak yang melayang itu dengan cepat, para begal itu mengejar kami, kamipun sangat panik.

Setelah tiba di desa kr. Agung akupun bergegas singgah di perumahan terdekat dan mengetuk pintu tuan rumah. Tersebut, sepertinya para begal itu tau bahwa kami adalah warga prambatan dan mereka menanti kami lewat di ujung jalan desa kr. Agung. 

Tidak disangka Rumah yang kami singgahi adalah rumah teman pesantren ku, itu adalah rumah haya dan yang membukakan kami pintu adalah ibunya haya. Kami menceritakan kejadian yang kami alami kepada ibu haya, ibu haya sangat syok dan matanya berbinar-binar saat memeluk kami dan berkata "para begal itu memang sering kali membuat warga resah".ibu haya pun menenangkan kami dan mengajak kepala desa serta warga untuk menangkap para begal itu dan benar para begal itu memang menunggu kami, para begal itu sangat kaget karena melihat para warga dan mobil polisinya datang memojoki mereka, salah satu dari begal itu lari terbirit-birit karena ketakutan akhirnya para begal itu di tangkap dan tidak ada lagi yang membuat khawatir, kami pulang ke rumah diantar warga setempat.

Sesampainya di rumah aku dimarahi habis-habisan oleh kedua orang tuaku, begitu juga dengan Ayu. bagaimana mereka tidak marah karena kami pulang pukul 21:40. Tetapi setelah kuceritakan kejadian yang menimpah kami tadi, ibuku memelukku begitu erat dan menangis, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia langsung menyuruhku untuk bergegas mandi dan segera tidur. 

Keesokan hari nya aku pergi ke sekolah dan ditanyai guru BK

"Maura, mana buku yang Ibu tugaskan kemarin? " lalu aku berkata "maaf buk, tokonya tutup" . balas guru BK "oh yaudah, kalau gitu gakpapa, biar ibu yang lanjutin".

Setelah perbincanganku dengan guru BK selesai, aku bergegas mencari Ayu untuk melihat kondisinya ternyata Ayu tidak apa-apa. Aku meminta maaf kepada Ayu karena sudah melibatkan dia dalam masala ini. Tidak disangka Ayu berkata "tidak apa-apa Maura, sekalian kita buat kenangan, sambil tersenyum". Kamipun tertawa bersama. 


Sejak saat itu kami tidak pernah lagi berpergian tanpa ditemani orang dewasa. 


                         


Karya:Maura Rizky Aulia & Ayu Selfiana

Jumat, 20 Desember 2019

Cerita Sejarah "Puyang Konyet"

Puyang Konyet

*Radesa, Puput Trianti,
 dan Mika Purnama Sari
MADRASAH ALIYAH MAMBA’UL HIKAM

      Dahulu ada pendatang yang berasal timur-timur ke bumi sriwijaya, berhubung pada saat itu bumi sriwijaya, atau tepatnya pusat kota Palembang tengah membangun sebuah benteng. Sehingga orang-orang tersebut itu pindah tempat lain. Mereka menyusuri sungai musi kemudian menemukan sungai batang hari abab, dan singgahlah mereka di sebuah desa yang mereka sebut dengan desa Batu Tugu. Saat mereka datang melalui jalan desa Batu Tugu menuju ke desa Batu Sari atau sekarang dengan nama Desa Prambatan. Ketika itu ada seorang Puyang yang mendengar suara dibalik semak-semak, yang dikiranya suara itu berasal dari hewan yakni babi hutan. Tiba-tiba Puyang mengeluarkan keris yang ada di pinggangnya yang berukuran jari telunjuk, dan ditusukkanlah di babi hutan tersebut. Puyang tidak tahu bahwa yang ditusuknya itu adalah anak seorang Raja yang ia kira orang tersebut adalah seorang penjajah. Tanpa rasa bersalah, pulangnya Puyang ke rumahnya dan pulanglah anak Raja beserta rombongannya dengan membawa anak Raja yang sedang terluka oleh tusukan keris Puyang Kunyit tersebut. 
       Ketika itu Puyang Kunyit hendak pergi ke kebun seperti biasanya. Puyang Kunyit keheranan, kenapa selama diperjalanan dia tidak menemukan seorangpun yang akan pergi ke kebun. Lalu kemudian dia berpapasan dengan seseorang dan kemudian dia bertanya, : kenapa orang-orang tidak banyak yang pergi ke kebun?”, lalu seseorang itu menjawab, ´memangnya Puyang tidak tahu? Puyang bertanya lagi, “memangnya ada apa? (dengan raut wajah yang bingung). Dengan wajah yang sedih, orang itu menjawab  “ ada kabar duka Puyang, anak Raja sedang sakit. Dijawab lagi oleh Puyang, ya ampun, ya sudah mungkin saya bisa membantu untuk menyembuhkannya. Tapi saya ingin dijemput di rumah saya di tengah hutan. Orang tadi menjawab, nanti akan saya sampaikan  kepada Raja.
        Kemudian orang-orang tadi bergegas datang menemui Raja untuk menyampaikan kabar baik bahwa ada yang bisa menyebuhkan penyakit anaknya. Orang itu sambil terengah-engah menemui Raja dengan wajah yang gembira. “Maaf Raja, saya ingin memberi tahu bahwa ada salah satu orang yang bisa menyembuhkan putramu”. Raja pun terkejut dengan raut wajah yang bahagia, Raja bertanya, “siapa orang itu dan dimana tempatnya?” orang itu menjawab, “ Dia adalah seorang Puyang, tempat tinggalnya di tengah hutan. Dia bersedia mengobati putra Raja tapi dia ingin dijemput Raja”. Kemudian Raja segera memerintahkan salah satu pengawal untuk menjemput Puyang dan membawanya ke kediaman Raja. 
          Tibalah orang tadi dan pengawal Raja di rumahnya Puyang. Orang itu memanggil Puyang dan mengatakan, “Puyang, kami diperintahkan oleh Raja untuk menjemput Puyang”. Puyang itu menjawab, “ya, tunggu sebentar saya siap-siap dulu”. Tidak berapa lama kemudian Puyang sudah siap untuk berangkat menemui Raja. 
         Sesampainya ditempat Raja, Puyang itu dipersilahkan masuk untuk melihat keadaan anak Raja yang sedang kesakitan. Puyang itu bertanya kepada anak Raja, bagian mana yang sakit? Anak Raja berkata “di sini, sambil memegang paha bagian kanan. Puyang pun melihat ke arah paha anak Raja sambil bergumam dalam hati. “ sambil bergumam dalam hati”, ini kan keris saya? Kok bisa ada di sini? Bukannya waktu itu saya menusuk babi hutan?”. 
          Kemudian Puyang memerintahkan pengawal untuk mengambil nampan dedak, ambillah oleh pengawal dedak tersebut dan diberikan kepada Puyang. Puyang memerintahkan kepada Raja dan para pengawal untuk keluar dari kamar anak Raja kecuali Puyang dan anak Raja. Setelah mereka keluar, Puyang pun mencabut keris yang ada di paha anak Raja tersebut. Anak Raja terlihat sangat kesakitan saat keris dicabut dari pahanya. Lalu setelah itu, Puyangt pun meletakkan keris tersebut di atas nampan tadi yang berisi dedak tadi. 
         Setelah itu Puyang memberikan segelas air ramuan kepada anak Raja, ketika sudah minum air tersebut anak Raja langsung sembuh dan kegirangan karena sudah merasa sehat. Keluarlah Puyang dari kamar anak Raja sambil menemui Raja. Puyang berkata bahwa anak Raja sudah sembuh. Dan saya ingin pulang. Tapi saya tidak ada uang. Kira-kira apa yang bisa Raja berikan kepada saya? Lalu Raja memberikan se-bunang emas. Puyang mengira kalau yang ada di dalam bunang tadi itu adalah kunyit. Sembari berjalan pulang ke rumahnya, Puyang merasa sangat keberatan karena membawa se-bunang kunyit tadi, dibuanglah sedikit demi sedikit kunyit dalam bunang tadi sambil menggerutu. “saya sudah jauh-jauh dari hutan untuk mengobati putranya yang sekarat, eh malah cuma diberikan sebunang kunyit” ucap Puyang dalam hati.  
        Ketika tiba di rumah, Puyang melihat lagi  isi bunang yang ia kira hanya kunyit tersebut yang kira-kira tersisa segumpal tangan. Setelah dilihat lagi oleh Puyang, betapa terkejutnya Puyang, ternyata isi bunang yang sudah susah payah ia bawa dari tadi bukan berisi kunyit melainkan berisi bongkahan-bongkahan emas. Karena menyesal, kembalilah Puyang ke jalan yang dilewatinya tadi untuk mencari emas yang sudah dibuangnya tapi sayang, saat Puyang mencarinya, dia tidak menemukan apapun di jalan yang sudah dilewatinya. Dan karena kejadian itulah, sampai saat ini orang-orang desa menjulukinya dengan nama Puyang Kunyit. 



1. Bunang adalah sebuah wadah yang terbuat dari anyaman bambu

Senin, 10 April 2017

Cerpen


Wanita itu, Merebak Seluruh Penjuru
Karya Anggi Anggraini
Desa Prambatan, sekilas mendengar namanya biasa saja seperti kebanyakan nama desa lainnya. Namun siapa sangka, bahwa ada banyak cerita yang tersirat dibalik nama desa ini. Ya, Prambatan. Yang asal mulanya berasal dari kata rambat. Karena pada zaman dulu, jauh sebelum Indonesia merdeka, daerah ini hanyalah hutan belantara di Pedalaman Pulau Sumatera. Semulanya daerah ini hanya ada seorang cendikiawan yang dijuluki sebagai Puyang dan membangun pondok kecil sebagai tempat persembunyian dari Tentara Belanda di masa penjajahan. Kemudian satu persatu rumah mulai tumbuh bagai jamur di musim hujan. Merambat kemana-mana membelah hutan belantara dengan rumah-rumah kaca dan lantai betonnya. Dan sekarang. hutan-hutan telah dicabik-cabik oleh alat berat yang menjadikannya lahan sawit. Udara-udara telah dikoyak oleh asap tebal pabrik batu hitam penyalur listrik sebagai bentuk generalisasi era modern dan menyebabkan ketamakan bagi umat manusia.
Langkah kakiku setapak demi setapak melewati aspal jalanan dan mencuri udara segar pagi ini ditanah kelahiranku sendiri. Meski matahari belum menampakkan wajahnya, ku dengar ada suara motor yang berpapasan denganku karena masih gelap, hanya terlihat dua orang yang memakai baju dengan bekas getah, tas sandang merk beras cap burung rangkong dan bak getah di belakangnya tersenyum padaku dan saat kulihat, tak lain dan tak bukan mereka adalah mang dolah adik ayahku dan istrinya bik imah. Mereka menghentikan laju motornya.
Pagi pak, jogging terus caknye? “Sapa lelaki itu sambil tertawa”.
Ao mang, biasolah ngirup udara segar pagian ni eluk untuk paru-paru. nateng mang? (aku balik bertanya)
Ao kan ay, jadilah besejo. Ngekuk balam ari pengujan mikek. Kalu bae agek getah nak mahal. Jadi mamang dengan bibik e nih pacak kalangan meli ikan teri beh jadilah. (jawab lelaki itu dengan lantang )
Ay ao, dikit tulah mang besejo nih aman lah banyak pulek laen lagi ceritenye. (jawabku dengan nada lembut)
Ao molenye, ay lah bujang nian nakan ku ikak. Payo pegi dulu pak komandan, siang ari agek dak begetah lagi aman lah siang igek.
Ao mang…(Aku selalu tersenyum saat adik dari ayahku ini selalu memanggilku dengan sebutan itu. Karena memang seluruh masyarakat desa ini pun tau, bahwa setelah lulus SMA aku akan meneruskan perjuangan ayahku menjadi seorang tentara yang menegakkan keadilan dan kedamaian negeri ini. Itulah sebabnya sejak kecil aku selalu rajin olahraga dan latihan fisik sampai sekarang).
Bibirku terasa beku dan tubuhku terasa gemetar setiap kali aku melewati pemakaman desaku. Dari kejauhan terlihat samar-samar nama nisan hitam mengkilap yang tak asing bagiku. Beberapa tahun silam, saat aku baru berusia 6 tahun, kami dikejutkan dengan kabar kepulangan ayahku. Ayahku, seorang tentara berpangkat panglima, tiba-tiba pulang dengan keadaan kaku dan hanya membawa nama. Ya, saat itu kriminalitas merajalela di negeri ini yang menyebabkan perpecahan antarbangsa. Meski kejadian ini sangat memukul keluarga kami, sampai detik ini tidak ada penjelasan yang pasti dari pemerintah maupun dunia kemiliteran tentang ayahku. Yang datang hanyalah tubuh kaku ayahku dibalik kain putih itu.  Aku masih ingat betul, kenangan wajah ayah saat ayah masih bermain bersamaku dan saat mengantar dinas terakhirnya dan sepucuk surat dari kemiliteran.
Assalamualaikum Wr. Wb.
Untuk istriku tercinta, aku sangat berharap kalian tidak akan pernah menerima surat ini. Maaf, keadaan memaksa kalian harus membaca dan mendengar kabar kepulanganku dalam keadaan seperti ini. Istriku, kau tau betul, sepak terjangku telah berlenggang di jalan raya negeri ini. Namun, tombak pencarian merah putihku telah merobek naluriku. Saat ku tembak liar pemburu itu, kukira ambisinya akan lemas. Tapi dugaanku ternyata salah, ia malah terbebas lepas dan memusnahkan seragamku. Perlahan-lahan tikus-tikus jalanan mulai mendayuh-dayuh merogoh kocek semutku. Aku tidak bisa tinggal diam meski tanpa perlindungan seragamku, aku tetap memimpin anggotaku. Aku akan memburu dan menembak mati tikus itu.
Dan untuk anakku tersayang Ricky, maafkan ayah nak jika tidak bisa menghabiskan waktu untukmu dan ibumu. jadilah anak sholeh dan tolong lindungi ibumu nak
Maaf jika kepulangan ayah hanya membawa nama.
Tubuhku terasa berkali-kali, saat membaca surat itu. Tapi ada seseorang yang lebih sakit lagi dibanding aku, dia ibuku. Dia tetap tegar dan tersenyum membesarkanku meski berperan sebagai ayah dan sebagai ibu untukku. Ah sudahlah pikirku, semua itu hanya masa lalu. Sesampainya di rumah.
Assalamualikum emak (Terlihat seorang wanita sedang memasak)
Walaikum salam nak, alangkeh lamenye jogging lah siang ari nih malah lah nak dzuhur denga empai balek. Jangan terlalu neman igek jogging ni, diam diumah bae. (yaaa beginilah memang sikap ibuku selalu ngoceh-ngoceh saat aku jogging, bilangnya dzuhur padahal kan baru jam setengah delapan)
Payo sarapanlah, dem tu mandilah.
Ao mak.
Sebenarnya tatapan ibuku adalah kelemahanku dalam menggapai cita-citaku. Meski aku telah mendengar dukungan dari seluruh masyarakat desa ini, sampai sekarang aku masih belum mendengar sepatah dua kata dukungan dari ibuku. Setiap kali membicarakan setelah lulus SMA aku akan kemana, ia hanya diam dan mengurung diri di kamar. Dan karena itulah, kau menghindari membicarakan topik ini. Aku tau dia sangat terluka dengan kejadian dua belas tahun silam, namun ini adalah caraku mewujudkan keinginan almarhum ayah untuk melindungi ibuku.
Behubung hari ini adalah hari ahad, setelah selesai sarapan seperti biasanya aku selalu membersihkan rumah dan mengambil alih pekerjaan rumah seperti mencuci piring, mencuci baju, mengepel, menyapu dan lain-lain. Yaaa… walaupun aku sering dibilang bujang umah, tapi tidak masalah buatku karena aku tidak tega jika menatap wajah ibuku, rasanya sudah cukup beban yang harus dideritanya selama ini. Setelah selesai mengerjakan semuanya, akupun mengambil gitar yang kupinjam dari temanku dan menyanyikan di teras rumah.
Saat lulus SMA dan setelah sewindu lamanya aku menunggu, jawabannya singkat saja, “Ky, kau tau betul nak. Beberapa windu yang lalu bagaimana penderitaan ibumu ini setelah kehilangan ayahmu nak. Rasanya ibu juga berkali-kali mati saat melihat seragam ayahmu yang ditergantung di lemari ibu, ibu juga terasa sesak saat membaca sepucuk surat mendiang ayahmu. Lantas, inikah caramu untuk melindungi ibu? Dengan pergi menjauh dari? Pada akhirnya kau pun akan sama pergi dinas jauh dari ibu. Tidak ada orang tua yang tidak mau anaknya sukses, tapi nak kau anak ibu satu-satunya. Mengabdilah pada negeri tapi tidak harus menjauh dari ibu.
Aku merasa seperti disambar petir setelah mendengar jawaban ibu. Mungkin karena ini yang membungkamnya agar ia tidak akan sakit seperti ini. Deksripsiku yang ingin melindunginya dengan seragam itu, nyatanya telah menancapkan luka yang sama. Aku hanya egois jika berpikir ingin menggantikan posisi almarhum ayah. Dan lihat wanita itu, ia memang keras seperti batu tapi hatinya mengalir seperti air yang menghilangkan dahaga. Dengan berlinangan air mata kupeluk erat ibuku.

Jumat, 07 April 2017

Puisi Tinta Permata

Tinta Permata 
Karya Anggi Anggraini

Sepak terjangku
berlenggang di jalan raya
suara tikus mendayu-dayu
merogoh kocek semutku
membuat jeritan semutku tak terdengar.
Tombak pencarian keadilan merah putihku
telah merobek naluriku.
Mencambuk semutku.
Ku tembak liar pemburu itu
tapi ia terbebas lepas
memusnahkan seragamku
dan membungkam semutku.
Gagah  tubuhku
Terasa mati karena sembilu.
Wanita itu,
Merebak seluruh penjuru
Mengalir seperti air.
Keras seperti batu.
Biarlah peluh membasahi pipi ku. 

Cerpen Pemalu yang berteduh


Pemalu yang Berteduh
Anggi Anggraini

Jika kehidupan ini seumpama rel kereta api, maka pengalaman-pengalaman yang mengepur kita terus menerus seperti berlari melesat-lesat bagai deburan cahaya dari masa ke masa. Beberapa windu silam, jalan itu masih lengang. Terasa betul, tanah liat hitam menjulur di kegelapan malam, diantara genangan air hujan sisa tadi siang yang membasuhi debu-debu liar jalanan, memantulkan sinar obor yang bergantung jarang. Batu batas antara kedua belah sungai yang semulanya bening kini mulai coklat kehitaman. Dengan jalan yang berkerikil tajam menusuk kaki mungil ku saat itu. Semulanya nampak remang-remang lampu obor yang kupegang yang mencekam naungan pohon-pohon bambu berkelebat diantara taman bebatuan yang sekilas terlihat sepih tapi ramai berpenghuni. Seketika itu, obor yang menerangi jalanku, dilanda angin yang bertiup sangat kencang, seutas kawat terentang diantara bebatuan panjang mulai terkoyak, menari-nari bersama dedaunan yang kusut menghitam, berkesiur gemeresik air.... kulirik jam ku… ah… masih ramai hanya saja bulu kudukku merinding..hhahha
Kuterus menapaki lorong kesunyian ini, sambil mengerutu tapi tak ada yang bisa aku lakukan, aku rasa mati kutu bukan kutu buku. Tak sadarkah mereka jika tak ada yang harus diperdebatkan, semuanya jelas. Namun, mereka tak melihatku seketika itu. Mereka tak melihat ada bagian-bagian yang tak terlihat di tubuhku ini yang terasa patah saat itu. Ingin rasanya kulepas segala cemas pada deburan ombak di samudera lepas hingga hatiku kan terbebas lepas, tapi ah…. Tetap saja harus kututup manis dengan senyuman dan berlisan kuikhlaskan. Sudahlah, nasibku yang murung.
“Assalamualaikum guk, nek syifa pulang” (sapa remaja yang akrab dipanggil syifa itu)
“Walaikum salam, masuklah fa. Sudah makan?” (jawab wanita tua yang sedang menjahit bajunya yang lusuh)
“Sudah nek, seperti biasa ibu manis yang di perempatan jalan itu. Yang berkerudung merah sok akrab itu.” Jawab syifa agak ketus.
Dua sejoli itu hanya tersenyum melihat tingkah cucu kesayangan mereka.
“Nenek dan puguk sudah makan?“
“Serentak dua sejoli itu menjawab alhamdulillah, Sudah.”
Syifa tertawa mendengar jawaban kedua sejoli didepan matanya yang selalu kompak meskipun sudah sama-sama tak dapat melihat secara jelas lagi.
Guk, tadi obor syifa mati di jalan atau karena anginnya kencang? Atau hanya perasaan syifa saja? (tanyanya keherannan)
“Lelaki tua itupun tertawa terbahak-bahak” haha… syifa, syifa, setiap kali kau pulang dari ngaji pertanyaanmu selalu saja sama tentang “obor” tidakkah kau tadi lari nak sehingga obornya mati? Atau..em... sayang, sayang”
Dalam rebah angan, tiba-tiba menggugah bayang namun kulihat cahaya itu sedikit terang setelah melewati berwindu-windu hujan lamanya. Mengelitik memang tapi membuatku menggigil berkepanjangan. Membuatku diam dan terpasung dalam kesedihan. Maaf mak, aku takkan pernah bisa hadir jumpaimu di ujung temu, tapi doaku selalu untukmu. Cukuplah kurangkul harap agar bisa memiliki segenap jiwamu. Ku tau kau hadir disana, tersenyum untukku.