Senin, 10 April 2017

Cerpen


Wanita itu, Merebak Seluruh Penjuru
Karya Anggi Anggraini
Desa Prambatan, sekilas mendengar namanya biasa saja seperti kebanyakan nama desa lainnya. Namun siapa sangka, bahwa ada banyak cerita yang tersirat dibalik nama desa ini. Ya, Prambatan. Yang asal mulanya berasal dari kata rambat. Karena pada zaman dulu, jauh sebelum Indonesia merdeka, daerah ini hanyalah hutan belantara di Pedalaman Pulau Sumatera. Semulanya daerah ini hanya ada seorang cendikiawan yang dijuluki sebagai Puyang dan membangun pondok kecil sebagai tempat persembunyian dari Tentara Belanda di masa penjajahan. Kemudian satu persatu rumah mulai tumbuh bagai jamur di musim hujan. Merambat kemana-mana membelah hutan belantara dengan rumah-rumah kaca dan lantai betonnya. Dan sekarang. hutan-hutan telah dicabik-cabik oleh alat berat yang menjadikannya lahan sawit. Udara-udara telah dikoyak oleh asap tebal pabrik batu hitam penyalur listrik sebagai bentuk generalisasi era modern dan menyebabkan ketamakan bagi umat manusia.
Langkah kakiku setapak demi setapak melewati aspal jalanan dan mencuri udara segar pagi ini ditanah kelahiranku sendiri. Meski matahari belum menampakkan wajahnya, ku dengar ada suara motor yang berpapasan denganku karena masih gelap, hanya terlihat dua orang yang memakai baju dengan bekas getah, tas sandang merk beras cap burung rangkong dan bak getah di belakangnya tersenyum padaku dan saat kulihat, tak lain dan tak bukan mereka adalah mang dolah adik ayahku dan istrinya bik imah. Mereka menghentikan laju motornya.
Pagi pak, jogging terus caknye? “Sapa lelaki itu sambil tertawa”.
Ao mang, biasolah ngirup udara segar pagian ni eluk untuk paru-paru. nateng mang? (aku balik bertanya)
Ao kan ay, jadilah besejo. Ngekuk balam ari pengujan mikek. Kalu bae agek getah nak mahal. Jadi mamang dengan bibik e nih pacak kalangan meli ikan teri beh jadilah. (jawab lelaki itu dengan lantang )
Ay ao, dikit tulah mang besejo nih aman lah banyak pulek laen lagi ceritenye. (jawabku dengan nada lembut)
Ao molenye, ay lah bujang nian nakan ku ikak. Payo pegi dulu pak komandan, siang ari agek dak begetah lagi aman lah siang igek.
Ao mang…(Aku selalu tersenyum saat adik dari ayahku ini selalu memanggilku dengan sebutan itu. Karena memang seluruh masyarakat desa ini pun tau, bahwa setelah lulus SMA aku akan meneruskan perjuangan ayahku menjadi seorang tentara yang menegakkan keadilan dan kedamaian negeri ini. Itulah sebabnya sejak kecil aku selalu rajin olahraga dan latihan fisik sampai sekarang).
Bibirku terasa beku dan tubuhku terasa gemetar setiap kali aku melewati pemakaman desaku. Dari kejauhan terlihat samar-samar nama nisan hitam mengkilap yang tak asing bagiku. Beberapa tahun silam, saat aku baru berusia 6 tahun, kami dikejutkan dengan kabar kepulangan ayahku. Ayahku, seorang tentara berpangkat panglima, tiba-tiba pulang dengan keadaan kaku dan hanya membawa nama. Ya, saat itu kriminalitas merajalela di negeri ini yang menyebabkan perpecahan antarbangsa. Meski kejadian ini sangat memukul keluarga kami, sampai detik ini tidak ada penjelasan yang pasti dari pemerintah maupun dunia kemiliteran tentang ayahku. Yang datang hanyalah tubuh kaku ayahku dibalik kain putih itu.  Aku masih ingat betul, kenangan wajah ayah saat ayah masih bermain bersamaku dan saat mengantar dinas terakhirnya dan sepucuk surat dari kemiliteran.
Assalamualaikum Wr. Wb.
Untuk istriku tercinta, aku sangat berharap kalian tidak akan pernah menerima surat ini. Maaf, keadaan memaksa kalian harus membaca dan mendengar kabar kepulanganku dalam keadaan seperti ini. Istriku, kau tau betul, sepak terjangku telah berlenggang di jalan raya negeri ini. Namun, tombak pencarian merah putihku telah merobek naluriku. Saat ku tembak liar pemburu itu, kukira ambisinya akan lemas. Tapi dugaanku ternyata salah, ia malah terbebas lepas dan memusnahkan seragamku. Perlahan-lahan tikus-tikus jalanan mulai mendayuh-dayuh merogoh kocek semutku. Aku tidak bisa tinggal diam meski tanpa perlindungan seragamku, aku tetap memimpin anggotaku. Aku akan memburu dan menembak mati tikus itu.
Dan untuk anakku tersayang Ricky, maafkan ayah nak jika tidak bisa menghabiskan waktu untukmu dan ibumu. jadilah anak sholeh dan tolong lindungi ibumu nak
Maaf jika kepulangan ayah hanya membawa nama.
Tubuhku terasa berkali-kali, saat membaca surat itu. Tapi ada seseorang yang lebih sakit lagi dibanding aku, dia ibuku. Dia tetap tegar dan tersenyum membesarkanku meski berperan sebagai ayah dan sebagai ibu untukku. Ah sudahlah pikirku, semua itu hanya masa lalu. Sesampainya di rumah.
Assalamualikum emak (Terlihat seorang wanita sedang memasak)
Walaikum salam nak, alangkeh lamenye jogging lah siang ari nih malah lah nak dzuhur denga empai balek. Jangan terlalu neman igek jogging ni, diam diumah bae. (yaaa beginilah memang sikap ibuku selalu ngoceh-ngoceh saat aku jogging, bilangnya dzuhur padahal kan baru jam setengah delapan)
Payo sarapanlah, dem tu mandilah.
Ao mak.
Sebenarnya tatapan ibuku adalah kelemahanku dalam menggapai cita-citaku. Meski aku telah mendengar dukungan dari seluruh masyarakat desa ini, sampai sekarang aku masih belum mendengar sepatah dua kata dukungan dari ibuku. Setiap kali membicarakan setelah lulus SMA aku akan kemana, ia hanya diam dan mengurung diri di kamar. Dan karena itulah, kau menghindari membicarakan topik ini. Aku tau dia sangat terluka dengan kejadian dua belas tahun silam, namun ini adalah caraku mewujudkan keinginan almarhum ayah untuk melindungi ibuku.
Behubung hari ini adalah hari ahad, setelah selesai sarapan seperti biasanya aku selalu membersihkan rumah dan mengambil alih pekerjaan rumah seperti mencuci piring, mencuci baju, mengepel, menyapu dan lain-lain. Yaaa… walaupun aku sering dibilang bujang umah, tapi tidak masalah buatku karena aku tidak tega jika menatap wajah ibuku, rasanya sudah cukup beban yang harus dideritanya selama ini. Setelah selesai mengerjakan semuanya, akupun mengambil gitar yang kupinjam dari temanku dan menyanyikan di teras rumah.
Saat lulus SMA dan setelah sewindu lamanya aku menunggu, jawabannya singkat saja, “Ky, kau tau betul nak. Beberapa windu yang lalu bagaimana penderitaan ibumu ini setelah kehilangan ayahmu nak. Rasanya ibu juga berkali-kali mati saat melihat seragam ayahmu yang ditergantung di lemari ibu, ibu juga terasa sesak saat membaca sepucuk surat mendiang ayahmu. Lantas, inikah caramu untuk melindungi ibu? Dengan pergi menjauh dari? Pada akhirnya kau pun akan sama pergi dinas jauh dari ibu. Tidak ada orang tua yang tidak mau anaknya sukses, tapi nak kau anak ibu satu-satunya. Mengabdilah pada negeri tapi tidak harus menjauh dari ibu.
Aku merasa seperti disambar petir setelah mendengar jawaban ibu. Mungkin karena ini yang membungkamnya agar ia tidak akan sakit seperti ini. Deksripsiku yang ingin melindunginya dengan seragam itu, nyatanya telah menancapkan luka yang sama. Aku hanya egois jika berpikir ingin menggantikan posisi almarhum ayah. Dan lihat wanita itu, ia memang keras seperti batu tapi hatinya mengalir seperti air yang menghilangkan dahaga. Dengan berlinangan air mata kupeluk erat ibuku.

Jumat, 07 April 2017

Puisi Tinta Permata

Tinta Permata 
Karya Anggi Anggraini

Sepak terjangku
berlenggang di jalan raya
suara tikus mendayu-dayu
merogoh kocek semutku
membuat jeritan semutku tak terdengar.
Tombak pencarian keadilan merah putihku
telah merobek naluriku.
Mencambuk semutku.
Ku tembak liar pemburu itu
tapi ia terbebas lepas
memusnahkan seragamku
dan membungkam semutku.
Gagah  tubuhku
Terasa mati karena sembilu.
Wanita itu,
Merebak seluruh penjuru
Mengalir seperti air.
Keras seperti batu.
Biarlah peluh membasahi pipi ku. 

Cerpen Pemalu yang berteduh


Pemalu yang Berteduh
Anggi Anggraini

Jika kehidupan ini seumpama rel kereta api, maka pengalaman-pengalaman yang mengepur kita terus menerus seperti berlari melesat-lesat bagai deburan cahaya dari masa ke masa. Beberapa windu silam, jalan itu masih lengang. Terasa betul, tanah liat hitam menjulur di kegelapan malam, diantara genangan air hujan sisa tadi siang yang membasuhi debu-debu liar jalanan, memantulkan sinar obor yang bergantung jarang. Batu batas antara kedua belah sungai yang semulanya bening kini mulai coklat kehitaman. Dengan jalan yang berkerikil tajam menusuk kaki mungil ku saat itu. Semulanya nampak remang-remang lampu obor yang kupegang yang mencekam naungan pohon-pohon bambu berkelebat diantara taman bebatuan yang sekilas terlihat sepih tapi ramai berpenghuni. Seketika itu, obor yang menerangi jalanku, dilanda angin yang bertiup sangat kencang, seutas kawat terentang diantara bebatuan panjang mulai terkoyak, menari-nari bersama dedaunan yang kusut menghitam, berkesiur gemeresik air.... kulirik jam ku… ah… masih ramai hanya saja bulu kudukku merinding..hhahha
Kuterus menapaki lorong kesunyian ini, sambil mengerutu tapi tak ada yang bisa aku lakukan, aku rasa mati kutu bukan kutu buku. Tak sadarkah mereka jika tak ada yang harus diperdebatkan, semuanya jelas. Namun, mereka tak melihatku seketika itu. Mereka tak melihat ada bagian-bagian yang tak terlihat di tubuhku ini yang terasa patah saat itu. Ingin rasanya kulepas segala cemas pada deburan ombak di samudera lepas hingga hatiku kan terbebas lepas, tapi ah…. Tetap saja harus kututup manis dengan senyuman dan berlisan kuikhlaskan. Sudahlah, nasibku yang murung.
“Assalamualaikum guk, nek syifa pulang” (sapa remaja yang akrab dipanggil syifa itu)
“Walaikum salam, masuklah fa. Sudah makan?” (jawab wanita tua yang sedang menjahit bajunya yang lusuh)
“Sudah nek, seperti biasa ibu manis yang di perempatan jalan itu. Yang berkerudung merah sok akrab itu.” Jawab syifa agak ketus.
Dua sejoli itu hanya tersenyum melihat tingkah cucu kesayangan mereka.
“Nenek dan puguk sudah makan?“
“Serentak dua sejoli itu menjawab alhamdulillah, Sudah.”
Syifa tertawa mendengar jawaban kedua sejoli didepan matanya yang selalu kompak meskipun sudah sama-sama tak dapat melihat secara jelas lagi.
Guk, tadi obor syifa mati di jalan atau karena anginnya kencang? Atau hanya perasaan syifa saja? (tanyanya keherannan)
“Lelaki tua itupun tertawa terbahak-bahak” haha… syifa, syifa, setiap kali kau pulang dari ngaji pertanyaanmu selalu saja sama tentang “obor” tidakkah kau tadi lari nak sehingga obornya mati? Atau..em... sayang, sayang”
Dalam rebah angan, tiba-tiba menggugah bayang namun kulihat cahaya itu sedikit terang setelah melewati berwindu-windu hujan lamanya. Mengelitik memang tapi membuatku menggigil berkepanjangan. Membuatku diam dan terpasung dalam kesedihan. Maaf mak, aku takkan pernah bisa hadir jumpaimu di ujung temu, tapi doaku selalu untukmu. Cukuplah kurangkul harap agar bisa memiliki segenap jiwamu. Ku tau kau hadir disana, tersenyum untukku.


Kamis, 16 Maret 2017

Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik


 Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik

A. Pengertian Unsur Intrinsik
Menurut Ismayati (2014:31), Unsur intrinsik adalah unsur pembangun dalam prosa, yang terdiri dari struktur dalam sastra. Sedangkan Menurut Isdriyani (2009:6), Unsur Intrinsik adalah unsur-unsur yang ada di dalam karya itu sendiri, misalya tema, penokohan, alur, latar, amanat, dan sudut pandang penceritaan (Point of View). Aspek-aspek tersebut keberadaaannya melekat pada karya sastra, menjadi bagian yang sangat penting dan mutlak ada.
a.        Tema
Menurut Isdriyani (2009:6), Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra yang mendasarkannya itu. Dalam karya sastra, tema senantiasa berkaitan dengan nilai-nilai kehidupan dan pola tingkah laku. Tema merupakan inti atau ide dasar sebuah cerita. Tema suatu cerpen atau novel menyangkut segala persoalan dalam kehidupan manusia, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya (Kosasih,2013:233).
Istilah tema berasal dari bahasa Latin yang berarti tempat meletakan suatu perangkat. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.   Menurut Saad (dalam Ismayati,2014:32), Tema adalah persoalan pokok yang menjadi pikiran pengarang, didalamnya terbayang pandangan hidup dan cita-cita pengarang.
Sedangkan Menurut Holmon (dalam Ismayati, 2014:32), tema adalah gagasan sentral yang mencakup permasalahannya dalam cerita, yaitu suatu yang akan diungkapkan untuk memberikan arah dan tujuan cerita karya sastra. Kemudian Menurut Ismayati (2014:31), Tema adalah suatu yang menjadi pokok masalah atau persoalan sebagai karangan, yang diungkapkan dalam suatu cerita oleh pengarang.  Tema prosa fiksi terutama novel dapat terdiri dari tema utama serta beberapa tema bawahan. Sedangkan untuk cerpen (cerita pendek) hanya memilki tema utama saja.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, Tema adalah ide pokok permasalahan yang terjadi dalam cerita tersebut.
Untuk dapat menentukan tema suatu cerita Menurut Ismayati (2014:32), kita dapat menempuh dengan jalan bertanya sebagai berikut :
1.      Mengapa penggarang menulis cerita tersebut?
2.      Apa tujuan penggarang menulis cerita tersebut?
3.      Faktor apa yang menyebabkan atau menjadikan suatu karangan bermutu dan berharga?
Tema juga terbagi menjadi dua, yaitu :
1.      Tema mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau dasar gagasan umum karya sastra.
2.      Tema minor adalah makna yang terdapat pada bagian-bagian  tertentu cerita dapat didefinisikan sebagai makna bagian, makna tambahan.

b.      Alur (Plot)
      Menurut Isdriani, alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama dan menggerakan jalan cerita melalui rumitan klimaks dan selesaian. Menurut Kosasih (2013:225), alur merupakan sebagian dari unsure instinstik suatu karya sastra . alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab dan akibat. Sedangkan Menurut Aminuddin (dalam Ismayati,2014:33) alur atau plot merupakan rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan tahapan peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat. Plot atau alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi tetapiyang lebih penting adalah menjelaskan hal itu terjadi. Sedangkan menurut ismaiyati alur adalah sebuah cerita yang saling berkaitan secara kronologis untuk menunjukan suatu maksud jalan cerita yang ada.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, Alur adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam cerita tersebut.
                  Secara umum alur terbagi dalam bagian bagian berikut :
1.      Pengenalan situasi cerita atau exsposition.
Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antar tokoh.
2.      Pengungkapan rahasia atau complication.
Dalam bagian ini disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran kesukaran para tokohnya.
3.      Menuju pada adanya konflik atau Rising Action
Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, kehebohan, atau keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
4.      Puncak Konflik atau Turning Point
Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Ini lah bagiancerita yang paling besar dan mendebarkan.
5.      Penyelesaian atau Ending
Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi tentang nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu.
Menurut Tjahyono (dalam Ismayati, 2014:34), Plot atau alur dalam prosa fiksi secara garis besar dibagi menjadi lima tahapan yaitu: tahapan permulaan, tahapan pertikaian, tahapan perumitan, tahapan puncak dan tahapan peleraian.
Cara menyusun tahapa-tahapan alur dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :
1.      Alur lurus ( alur maju atau alur agresif), yaitu rangkaian cerita dikisahkan dari awal hingga cerita berakhir tanpa mengulang kejadian yang telah lampau.
2.      Alur sorot balik (alur mundur atau alur regresif atau Flasback) yaitu kebalikan dari alur balik. Rangkaian ceritanya mengisahkan kembali tokoh pada waktu lampau
3.      Alur campuran yaitu gabungan dari alur maju dan alur sorot balik.
Berdasarkan hubungan tahapa-tahapan dalam alurnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.      Alur rapat yaitu alur yang terbentuk apabila alur pembantu mendukung alur pokok nya.
2.      Alur renggang yaitu sebalik nya alur yang terbentuk apabila alur pokok tidak di dukung oleh alur pembantu.
Berdasarkan kuantitasnya, maka alur dibedakan menjadi dua yaitu:
1.      Alur tunggal yaitu alur yang hanya terjadi pada sebuah cerita yang memiliki satu jalan cerita saja biasa nya terjadi pada cerpen.
2.      Alur ganda yaitu alur yang terjadi pada sebuah cerita yang memiliki jalan cerita lebih dari satu, biasa nya ada pada novel. (Semi, 1988:35).
     
c.       Latar (Setting)
Menurut Kosasih (2013:227), Latar (Setting) merupakan salah satu unsur intrinsik karya sastra. Terliput dalam latar, adalah keadaan tempat, waktu dan budaya. Tempat dan waktu yang dirujuk dalam sebuah cerita bisa merupakan sesuatu yang faktual atau bisa pula imajiner.
Sedangkan Menurut Isdriani, Latar adalah segala keterangan, petunjuk, dan pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar meliputi penggambaran letak geografis (termasuk tokoh grafi, pemandangan, perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh waktu berlakunya kejadian dan musim. Menurut Aminuddin (dalam Ismayati, 2014:40), Latar adalah latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat waktu maupun peritiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, Latar adalah segalah keterangan baik mengenai waktu, ruang, suasana dalam cerita tersebut.
Pembagian latar dapat berupa tempat atau lokasi, waktu, dan suasana terjadinya suatu peristiwa didalam cerita.
1.      Tempat : dirumah sakit, daerah wisata, daerah transmigrasi, dikantor, dikamar tidur, dihalaman, dan sebagainya.
2.      Waktu : tahun, musim, masa perang, suatu upacara, masa panen, periode sejarah, dan sebagainya.
3.      Suasana : aman, damai, gawat, bergembira, berduka atau berkabung, kacau, galau dan sebagainya.
d.      Tokoh dan Penokohan
Menurut Panuti Sudjiman (dalam Ismayati, 2014:35), Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Panuti juga menagatakan, Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu kebutuhan artistik yaitu karya sastra  yang harus selalau menunjang kebutuhan artistik. Sedangkan Menurut Aminuddin (dalam Ismayati,2014:36), Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita, Menurut Sudjiman (dalam Ismayati,2014:36),  berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh yang menjadi peran pemimpin adalah tokoh sentral, tokoh utama atau protagonis. Kemudia menurut Tjahyono (dalam Ismayati, 2014:11), tokoh adalah para pelaku atau actor/aktris yang akan memperagakan atau memerankan tingkah laku seseorang dalam suatu cerita drama atau fiksi.
Penokohan menurut Kosasih (2013:228), Cara pengaran menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Menurut Ismayati (2014:37), Penokohan atau perwatakan merupakan pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya.  Menurut Isdriani (2009:6), Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh.
Jadi, Tokoh adalah orang yang memerankan dalam cerita tersebut sedangkan Penokohan adalah watak atau sifat dari orang yang memerankan tokoh yang ada dalam cerita tersebut.
Menurut Isdriani (2009:6), Teknik yang digunakan dalam penggambaran watak tokoh yaitu sebagai berikut :
a.       Teknik Analitik (Eksplositori), yaitu pengarang secara langsung menyebutkan watak tokoh-tokoh yang ada dalam cerita tersebut.
b.      Teknik Dramatik, yaitu  penyajian watak tokoh melalui pemikiran-pemikiran si tokoh, percakapan dan pengdeskripsian tingkah laku tokoh yang disajikan oleh pengarang atau secara tidak langsung. Bahkan dapat pula melalui penampilan fisiknya dan gambaran lingkungan atau tempat tinggal tokoh.
c.       Teknik Kontekstual, yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai pengarang.
e.       Amanat
Menurut Sudjiman (dalam Isdriani,2009:7), Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, atau pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Menurut Kosasih (2013:230), amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Menurut Sudjiman (dalam Ismayati,2014:33), amanat yang terdapat dalam karya sastra ada dua yaitu secara Implisit dan secara Eksplisit. Secara Implisit (Tersirat atau tersembunyi) yaitu jika jalan keluar atau ujaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Sedangkan secara Eksplisit (Terang-terangan) yaitu jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan, dan sebagainya yang berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita itu. 
Jadi, amanat adalah pesan moral atau yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karya sastranya.
f.        Sudut Pandang (Point of View)
Menurut Kosasih (2013:229), Sudut Pandang (Point of View) adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Menurut Aminuddin ( dalam Ismayati, 2014:40), cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Menurut Gorys Keraf Aminuddin ( dalam Ismayati, 2014:40), sudut pandang adalah penempatan pengarang dalam sebuah cerita.  Kemudian Menurut Isdriani, Sudut Pandang (Point of View) adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Jadi, Sudut Pandang (Point of View) adalah Penempatan,posisi atau sudut pandang pengarang mengenai cerita tersebut.
Posisi pengarang tersebut terdiri atas dua macam yaitu:
1.      Sudut Pandang Orang Pertama
Yaitu pengarang memakai tokoh “aku” sebagai penutur cerita sehingga seolah-olah kisah yang dituangkan adalah pengalaman hidupnya sendiri.
2.      Sudut Pandang Orang Ketiga
Tokoh utama cerita dengan sudut pandang ini adalah dia, ia, atau seseorang dengan nama tertentu. Disini pengarang bisa bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia bisa mengemukan perasaannya,kesadaran,dan jalan pikiran pelaku. 
g.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau majas disebut juga dengan langgam, corak, bentuk, atau style bahasa yaitu cara yang digunakan oleh pengarang untuk mengungkapkan maksud dan tujuannya baik dalam bentuk kata, kelompok kata, atau kalimat. Secara garis besar Menurut Cahyono (dalam Ismayati,2014:66), menjelaskan gaya bahasa dapat dibedakan menjadi 4 yaitu:
1.      Gaya Bahasa Perbandingan, Meliputi Personifikasi, Metafora, Asosiasi, Metonomia, Simbolik, Tropen, Litotes, Eufemisme, Hiperbola, Sinekdoche, Alusio, Perifrasis, Antonomasia, Alegori, dan Pararel.
2.      Gaya Bahasa Penegasan, Meliputi Pleonasme, Pararelisme,Repetisi, Tautologi, Simetri, Klimaks, Anti Klimaks, Asidenton, Polisidenton, Enumerasio, Inversi, Interupsi, Retoris, Koreksio, Ekslamasio, Elipsi, Pleterito, dan Retisentis.
3.      Gaya Bahasa Sindiran, Meliputi Ironi, Sinisme,dan Sarkasme.
4.      Gaya Bahasa Pertentangan, Meliputi Paradoks, Kontradiksi in Terminis, Antitesis, Okupasi, dan Anakhronisme.

B. Pengertian Unsur Ekstrinsik
Unsur Ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada  di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi system organism karya sastra. Unsur Ekstrinsik berperan sebagai unsur yang mempengaruhi bangun sebuah cerita. Jaadi Unsur Ekstrinsik adalah unsur yang berasal dari luar karya sastra itu sendiri.
a.     Latar Belakang Kehidupan Pengarang
Menyangkut asal daerah atau suku bangsa, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan ideologi pengarang. Unsur-unsur ini sedikit banyak akan berpengaruh pada isi novelnya. Misalnya, novel yang dikarang orang padang akan berbeda dengan novel yang dibuat oleh orang sunda, orang inggris, atau orang arab. 
b.   Nilai Sosial Budaya
        Nilai yang berkaitan dengan pikiran, akal budi, kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat suatu tempat yang menjadi kebiasaan dan sulit diubah.
c.       Nilai Sosial Masyarakat
Sifat yang suka memperhatikan kepentingan umum misalnya saja menolong, berderma dan sebagainya.




DAFTAR PUSTAKA
Isdriani, Pudji.         . Seribu Pena (Seri Buku Penuntun dan Evaluasi) Bahasa Indonesia untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Ismayati. 2014. Buku Ajar Kajian Prosa Fiksi. Palembang: FKIP Universitas Muhammadiyah.
Ismayati. 2014. Buku Ajar Kumpulan Materi dan Soal Kajian Drama. Palembang: FKIP Universitas Muhammadiyah.
Kosasih, Engkos. 2013. Ketatabahasaan dan Kesusastraan Bahasa Indonesia. Bandung: Yrama Widya.
Nurgiantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Oktarina, Tuti. 2015. Skripsi Aspek Budaya dan Sosial dalam Novel Lukisan Tanpa Bingkai karya Ugi Agustono J. Palembang: FKIP Universitas PGRI.
Phoenix, Pustaka. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Baru. Jakarta: PT Media Pustaka Phoenix.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004.  Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rabu, 15 Maret 2017

Puisi

Gerilya
Karya Gunawan Subagio

Sahabat,
Taukah kau berapa masa yang kita lewati?
ah, aku tak peduli!
karna kau selamanya bagiku.
Bersamamu,
Tanggisku kan menjadi tawa
Duka ku kan terpecah menjadi bahagia
Dan air mata yang terlanjur jatuh?
Takkan berubah menjadi nestapa.
Denganmu,
Kepenatanku menjadi sirna
terkadang di satu waktu,
Prasangka pernah menjauhkanmu dariku
Tapi sungguh sahabat,
Amarah takkan bertahan lama dalam kalbuku
Kusadari aku terikat jauh kedalam hatimu
Meski hanya
Menyisakan tanah merah dipermukiman ramai dan mengerikan itu.
Ingatlah sahabat,
Kita pernah duduk bersama
Melukis langit dengan impian
Tentang aku
Kau
Dan perang yang bergerilya waktu itu.