Wanita
itu, Merebak Seluruh Penjuru
Karya
Anggi Anggraini
Desa Prambatan, sekilas mendengar namanya biasa saja seperti
kebanyakan nama desa lainnya. Namun
siapa sangka, bahwa ada banyak cerita yang tersirat dibalik nama desa ini. Ya,
Prambatan. Yang asal mulanya berasal dari kata rambat. Karena pada zaman dulu,
jauh sebelum Indonesia merdeka, daerah ini hanyalah hutan belantara di
Pedalaman Pulau Sumatera. Semulanya daerah ini hanya ada seorang cendikiawan
yang dijuluki sebagai Puyang dan membangun pondok kecil sebagai tempat
persembunyian dari Tentara Belanda di masa penjajahan. Kemudian satu persatu
rumah mulai tumbuh bagai jamur di musim hujan. Merambat kemana-mana membelah
hutan belantara dengan rumah-rumah kaca dan lantai betonnya. Dan sekarang. hutan-hutan
telah dicabik-cabik oleh alat berat yang
menjadikannya lahan sawit. Udara-udara telah dikoyak oleh asap tebal pabrik
batu hitam penyalur listrik sebagai bentuk generalisasi era modern dan
menyebabkan ketamakan bagi umat manusia.
Langkah kakiku setapak demi setapak melewati aspal
jalanan dan mencuri udara segar pagi
ini ditanah kelahiranku sendiri. Meski matahari belum menampakkan wajahnya, ku
dengar ada suara motor yang berpapasan denganku karena masih gelap, hanya
terlihat dua orang yang memakai baju dengan bekas getah, tas sandang merk beras
cap burung rangkong dan bak getah di belakangnya tersenyum padaku dan saat
kulihat, tak lain dan tak bukan mereka adalah mang dolah adik ayahku dan istrinya
bik imah. Mereka menghentikan laju motornya.
Pagi
pak, jogging terus caknye? “Sapa lelaki itu sambil tertawa”.
Ao
mang, biasolah ngirup udara segar pagian ni eluk untuk paru-paru. nateng mang?
(aku balik bertanya)
Ao
kan ay, jadilah besejo. Ngekuk balam ari pengujan mikek. Kalu bae agek getah
nak mahal. Jadi mamang dengan bibik e nih pacak kalangan meli ikan teri beh
jadilah. (jawab lelaki itu dengan lantang )
Ay
ao, dikit tulah mang besejo nih aman lah banyak pulek laen lagi ceritenye.
(jawabku dengan nada lembut)
Ao
molenye, ay lah bujang nian nakan ku ikak. Payo pegi dulu pak komandan, siang
ari agek dak begetah lagi aman lah siang igek.
Ao
mang…(Aku selalu tersenyum
saat adik dari ayahku ini selalu memanggilku dengan sebutan itu. Karena memang
seluruh masyarakat desa ini pun tau, bahwa setelah lulus SMA aku akan
meneruskan perjuangan ayahku menjadi seorang tentara yang menegakkan keadilan
dan kedamaian negeri ini. Itulah sebabnya sejak kecil aku selalu rajin olahraga
dan latihan fisik sampai sekarang).
Bibirku terasa beku dan tubuhku terasa gemetar setiap
kali aku melewati pemakaman desaku. Dari kejauhan terlihat samar-samar nama
nisan hitam mengkilap yang tak asing bagiku. Beberapa tahun silam, saat aku
baru berusia 6 tahun, kami dikejutkan dengan kabar kepulangan ayahku. Ayahku,
seorang tentara berpangkat panglima, tiba-tiba pulang dengan keadaan kaku dan
hanya membawa nama. Ya, saat itu kriminalitas merajalela di negeri ini yang menyebabkan
perpecahan antarbangsa. Meski kejadian ini sangat memukul keluarga kami, sampai
detik ini tidak ada penjelasan yang pasti dari pemerintah maupun dunia
kemiliteran tentang ayahku. Yang datang hanyalah tubuh kaku ayahku dibalik kain
putih itu. Aku masih ingat betul, kenangan
wajah ayah saat ayah masih bermain bersamaku dan saat mengantar dinas
terakhirnya dan sepucuk surat dari kemiliteran.
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Untuk
istriku tercinta, aku sangat berharap kalian tidak akan pernah menerima surat
ini. Maaf, keadaan memaksa kalian harus membaca dan mendengar kabar
kepulanganku dalam keadaan seperti ini. Istriku, kau tau betul, sepak terjangku
telah berlenggang di jalan raya negeri ini. Namun, tombak pencarian merah
putihku telah merobek naluriku. Saat ku tembak liar pemburu itu, kukira
ambisinya akan lemas. Tapi dugaanku ternyata salah, ia malah terbebas lepas dan
memusnahkan seragamku. Perlahan-lahan tikus-tikus jalanan mulai mendayuh-dayuh
merogoh kocek semutku. Aku tidak bisa tinggal diam meski tanpa perlindungan
seragamku, aku tetap memimpin anggotaku. Aku akan memburu dan menembak mati
tikus itu.
Dan
untuk anakku tersayang Ricky, maafkan ayah nak jika tidak bisa menghabiskan
waktu untukmu dan ibumu. jadilah anak sholeh dan tolong lindungi ibumu nak
Maaf
jika kepulangan ayah hanya membawa nama.
Tubuhku terasa berkali-kali, saat membaca surat itu.
Tapi ada seseorang yang lebih sakit lagi dibanding aku, dia ibuku. Dia tetap
tegar dan tersenyum membesarkanku meski berperan sebagai ayah dan sebagai ibu
untukku. Ah sudahlah pikirku, semua itu hanya masa lalu. Sesampainya di rumah.
Assalamualikum
emak (Terlihat seorang wanita sedang memasak)
Walaikum
salam nak, alangkeh lamenye jogging lah siang ari nih malah lah nak dzuhur
denga empai balek. Jangan terlalu neman igek jogging ni, diam diumah bae. (yaaa
beginilah memang sikap ibuku selalu ngoceh-ngoceh saat aku jogging, bilangnya
dzuhur padahal kan baru jam setengah delapan)
Payo
sarapanlah, dem tu mandilah.
Ao
mak.
Sebenarnya
tatapan ibuku adalah kelemahanku dalam menggapai cita-citaku. Meski aku telah
mendengar dukungan dari seluruh masyarakat desa ini, sampai sekarang aku masih
belum mendengar sepatah dua kata dukungan dari ibuku. Setiap kali membicarakan
setelah lulus SMA aku akan kemana, ia hanya diam dan mengurung diri di kamar.
Dan karena itulah, kau menghindari membicarakan topik ini. Aku tau dia sangat
terluka dengan kejadian dua belas tahun silam, namun ini adalah caraku
mewujudkan keinginan almarhum ayah untuk melindungi ibuku.
Behubung
hari ini adalah hari ahad, setelah selesai sarapan seperti biasanya aku selalu
membersihkan rumah dan mengambil alih pekerjaan rumah seperti mencuci piring,
mencuci baju, mengepel, menyapu dan lain-lain. Yaaa… walaupun aku sering
dibilang bujang umah, tapi tidak masalah buatku karena aku tidak tega jika
menatap wajah ibuku, rasanya sudah cukup beban yang harus dideritanya selama
ini. Setelah selesai mengerjakan semuanya, akupun mengambil gitar yang kupinjam
dari temanku dan menyanyikan di teras rumah.
Saat
lulus SMA dan setelah sewindu lamanya aku menunggu, jawabannya singkat saja,
“Ky, kau tau betul nak. Beberapa windu yang lalu bagaimana penderitaan ibumu
ini setelah kehilangan ayahmu nak. Rasanya ibu juga berkali-kali mati saat
melihat seragam ayahmu yang ditergantung di lemari ibu, ibu juga terasa sesak
saat membaca sepucuk surat mendiang ayahmu. Lantas, inikah caramu untuk
melindungi ibu? Dengan pergi menjauh dari? Pada akhirnya kau pun akan sama
pergi dinas jauh dari ibu. Tidak ada orang tua yang tidak mau anaknya sukses,
tapi nak kau anak ibu satu-satunya. Mengabdilah pada negeri tapi tidak harus
menjauh dari ibu.
Aku
merasa seperti disambar petir setelah mendengar jawaban ibu. Mungkin karena ini
yang membungkamnya agar ia tidak akan sakit seperti ini. Deksripsiku yang ingin
melindunginya dengan seragam itu, nyatanya telah menancapkan luka yang sama.
Aku hanya egois jika berpikir ingin menggantikan posisi almarhum ayah. Dan
lihat wanita itu, ia memang keras seperti batu tapi hatinya mengalir seperti
air yang menghilangkan dahaga. Dengan berlinangan air mata kupeluk erat ibuku.